Kolom AGAMA dalam KTP : Agama SUCI, Agama KSATRIA, atau Agama DOSA. Anda Umat Agama yang Mana?

Sungguh picik serta naif—bila tidak dapat disebut sebagai negarawan yang “kerdil” perspektif berpikirnya—ketika masyarakat dipaksa untuk mencantumkan suatu agama tertentu dalam kolom “AGAMA” sebuah KTP (Kartu Tanda Penduduk) seorang warga.

Mungkin penyusun kebijakan maupun hakim Mahkamah Konstitusi berdelusi, bahwa agama yang mereka peluk adalah agama paling superior, karenanya nama agamanya perlu dicantumkan dalam KTP.

Agama, keyakinan yang dipeluk, sifatnya personal, untuk apa juga wajib dicantumkan dalam KTP ataupun aturan seperti kewajiban menikah dengan “nama” agama yang sama antar pasangan suami-istri?

Oke, jika memang pemerintah maupun Mahkamah Konstitusi bersikeras kolom AGAMA dalam KTP harus di-isi, maka semestinya hanya 3 jenis atau kategorisasi agama berikut inilah yang boleh dipilih dan dicantumkan:

1. Agama SUCI;

2. Agama KSATRIA; atau

3. Agama DOSA.

Untuk itu, pihak dinas kependudukan dan catatan sipil perlu bertanya, kepada warga yang hendak mengurus dokumen kependudukan berupa KTP, yakni berupa pertanyaan-pertanyaan berisi assessment kepribadian berikut:

1. Anda rajin berbuat baik ataukah seorang PEMALAS yang begitu pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik untuk Anda petik sendiri buah manisnya dikemudian hari?

2. Anda selalu berusaha keras untuk menghindari perbuatan buruk atau tidak?

3. Anda selalu bertanggung-jawab terhadap korban-korban yang telah pernah Anda sakiti, lukai, maupun rugikan, ataukah Anda seorang PENGECUT yang begitu MENCANDU PENGHAPUSAN DOSA sehingga tidak berani bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk Anda sendiri?

4. Babi, haram? Bagaimana kalau ideologi KORUP semacam “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA”, halal ataukah haram?

5. Anda mempromosikan gaya hidup higienis dari perbuatan-perbuatan jahat yang buruk dan tercela, ataukah justru merupakan PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA (abolition of sins) maupun istilah sejenis lainnya?

6. Menurut Anda, siapa yang butuh iming-iming korup semacam PENGHAPUSAN DOSA, orang suci yang terlatih dalam praktik disiplin “kontrol diri” yang ketat, ksatriawan yang siap berani untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan keliru atau buruk dirinya, ataukah seorang PENDOSA PENJILAT PECANDU PENGHAPUSAN DOSA?

7. Menurut Anda, Tuhan lebih PRO terhadap PENDOSA PENJILAT PECANDU PENGHAPUSAN DOSA ataukah lebih PRO terhadap kalangan KORBAN?

8. Menurut Anda, untuk memuliakan Tuhan, apakah dengan cara menjadi seorang PENDOSA PEMALAS PENGECUT PENJILAT PECANDU PENGHAPUSAN DOSA ataukah dengan menjadi seorang manusia yang mulia?

9. Menurut Anda, kitab agama yang justru mempromosikan PENGHAPUSAN DOSA, merupakan “Kitab SUCI” ataukah “Kitab DOSA”?

Jika pihak warga pemohon KTP mengklaim bahwa agama yang ia peluk ialah “Agama SUCI”, namun justru dogma-dogma yang diajarkan oleh agamanya ialah ideologi KORUP semacam “PENGHAPUSAN DOSA”, maka pihak dinas kependudukan dapat memberikan teguran halus kepada sang warga:

“BUNG, HANYA SEORANG PENDOSA YANG BUTUH PENGHAPUSAN DOSA!”

Pihak petugas kependudukan dan catatan sipil, perlu dibekali pemahaman sebagai berikut:

Agama SUCI” hanya diperuntukkan bagi orang-orang suciwan yang sama sekali tidak butuh ideologi korup semacam PENGHAPUSAN DOSA.

Agama KSATRIA” hanya diperuntukkan bagi kalangan ksatria yang siap berani bertanggung-jawab atas perbuatan buruknya sendiri, sehingga kalangan korban tidak perlu menuntut ataupun mengemis-ngemis pertanggung-jawaban.

Sementara adapun “Agama DOSA”, pemeluknya ialah kalangan pendosawan dimana para pendosa menjadi umatnya—yang begitu PEMALAS serta PENGECUT dengan menjadi seorang PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA.

Sang Buddha pernah bersabda:

148 (8) Perilaku (1)

“Para bhikkhu, ada empat jenis perilaku buruk melalui ucapan ini. Apakah empat ini? Berbohong, ucapan memecah belah, ucapan kasar, dan gosip. Ini adalah keempat jenis perilaku buruk melalui ucapan.”

149 (9) Perilaku (2)

“Para bhikkhu, ada empat jenis perilaku baik melalui ucapan ini. Apakah empat ini? Ucapan jujur, ucapan tidak memecah belah, ucapan halus, dan ucapan bijaksana. Ini adalah keempat jenis perilaku baik melalui ucapan.”

150 (10) Inti

“Para bhikkhu, ada empat inti ini. Apakah empat ini? Inti perilaku bermoral, inti konsentrasi, inti kebijaksanaan, dan inti kebebasan. Ini adalah keempat inti itu.”

151 (1) Indria

“Para bhikkhu, ada empat indria ini. Apakah empat ini? Indria keyakinan, indria kegigihan, indria perhatian, dan indria konsentrasi. Ini adalah keempat indria itu.”

[Kitab Komentar : Daftar yang biasa untuk indria-indria (indriya) dan kekuatan-kekuatan (bala) ada lima, dengan kebijaksanaan (paññā) sebagai yang ke lima.]

152 (2) Keyakinan

“Para bhikkhu, ada empat kekuatan ini. Apakah empat ini? Kekuatan keyakinan, kekuatan kegigihan, kekuatan perhatian, dan kekuatan konsentrasi. Ini adalah keempat kekuatan itu.” [142]

153 (3) Kebijaksanaan

“Para bhikkhu, ada empat kekuatan ini. Apakah empat ini? Kekuatan kebijaksanaan, kekuatan kegigihan, kekuatan ketanpacelaan, dan kekuatan mempertahankan hubungan baik. Ini adalah keempat kekuatan itu.”

154 (4) Perhatian

“Para bhikkhu, ada empat kekuatan ini. Apakah empat ini? Kekuatan perhatian, kekuatan konsentrasi, kekuatan ketanpacelaan, dan kekuatan memelihara hubungan baik. Ini adalah keempat kekuatan itu.”

155 (5) Refleksi

“Para bhikkhu, ada empat kekuatan ini. Apakah empat ini? Kekuatan refleksi, kekuatan pengembangan, kekuatan ketanpacelaan, dan kekuatan memelihara hubungan baik. Ini adalah keempat kekuatan itu.”

SUMBER : Khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha JILID II”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara.