HUKUM MATI KORUPTOR Bernama Umat Agama SAMAWI Pendosa Pecandu PENGHAPUSAN DOSA, Dogma Ideologi KORUP bagi yang KORUP

Ada seorang muslim yang selalu berteriak-teriak “HUKUM MATI KORUPTOR! POTONG TANGAN PENCURI!

Si dungu itu tidak sadar, bahwa dirinya sendiri adalah KORUPTOR itu sendiri yang setiap harinya MABUK dan MENCANDU ideologi KORUP bernama iming-iming “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA”.

Bung, hanya seorang PENDOSA yang butuh “PENGHAPUSAN DOSA” ataupun istilah korup sejenis lainnya (abolition of sins).

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Washil dari Al Ma’rur berkata, “Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

“Kabar gembira” bagi PENDOSA, sama artinya “kabar buruk” bagi kalangan korban.

Menurut “Agama DOSA / KORUP” tersebut, Tuhan lebih PRO terhadap PENDOSA. Adalah merugi menjadi orang baik yang tidak mencandu “PENGHAPUSAN DOSA”—alias merugi tidak menjadi seorang PENDOSA yang KORUP. Memangnya ada, koruptor yang bukan seorang PENDOSA?

Ada muslim yang berkata, ketika ia korupsi besar-besaran, maka ia akan HAPUS DOSA dengan cara pergi umroh berulang-kali, atau zakat “recehan” sekecil 2,5% dari uang KOTOR hasil korupsi untuk “membersihkan kekayaannya”. Yang ditakutkan muslim, hanya satu, yakni : BABI.

Para muslim tersebut kemudian berkelit, bahwa muslim yang dihapus dosa-dosanya oleh Allah, akan terlebih dahulu di-“bejeg-bejeg” di neraka. Itulah ciri khas muslim, suka merasionalisasikan dan menjustifikasi kekotoran batin dan sifat dungunya sendiri.

Mengapa? Karena itu sama artinya bahwa sang muslim hendak berkata bahwa nabi junjungan para muslim rasul Allah berikut ini juga bokongnya sempat mencicipi neraka, terlepas kemudian dimasukkan ke surga atau tidaknya:

Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]

Lihatlah, itu “standar moralitas” para muslim, yang menyebut nabi junjungan mereka sebagai manusia paling sempurna, paling agung, paling baik hati, paling mulia, paling jujur, paling bertanggung-jawab—ternyata KORUP SEKORUP-KORUPNYA!

Pendosa, tapi hendak berceramah perihal hidup suci, luhur, baik, lurus, mulia, agung, dermawan, jujur, serta altruistik?

Itu menyerupai ORANG BUTA, namun hendak menuntun para butawan lainnya, berbondong-bondong mereka bergerak penuh percaya diri menuju jurang lembah nista. Neraka pun dipandang sebagai surga.

Sang Buddha pernah bersabda, yang dimata kebanyakan orang dipandang sebagai nikmat, adalah dukkha di mata seorang Buddha.

Sama halnya, yang di mata kalangan PENDOSAWAN dipandang sebagai “SUCI”—adalah kotor, tercela, hina, serta menjijikkan di mata kalangan suciwan.

Sekujur tubuh ditutupi busana, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki, “aurat” kata para pemeluk “Agama DOSA” tersebut. Namun, mereka tidak menyadari atau bahkan membutakan mata hatinya, bahwa “AURAT TERBESAR” ialah berbuat dosa dengan menyakiti, melukai, maupun merugikan pihak-pihak lainnya.

Mereka adalah kaum yang begitu PEMALAS untuk menanam benih-benih Karma Baik untuk mereka petik sendiri buah manisnya di masa yang akan datang, dan disaat bersamaan begitu PENGECUT untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri yang telah pernah menyakiti, melukai, maupun merugikan pihak-pihak lainnya.

Sudah “putus urat malu” para pemeluk “Agama KORUP” tersebut, bahkan ideologi KORUP yang mereka peluk dan mencandu tersebut dikumandangkan lewat speaker pengeras suara tempat ibadah mereka, tanpa malu tanpa tabu, mempertontonkan “AURAT TERBESAR” secara vulgar kepada publik luas.

Terhadap dosa dan maksiat, para PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA tersebut begitu kompromisik (namanya juga “umat Agama KORUP”). Namun terhadap kaum NON, mereka begitu INTOLERAN.

Setiap hari para PENDOSA PENJILAT PEMALAS PENGECUT PECANDU PENGHAPUSAN DOSA tersebut berdoa memohon “PENGHAPUSAN DOSA”.

Setiap hari rayanya mereka pesta-pora OBRAL PENGHAPUSAN DOSA “puasa sebulan meski konsumsi meningkat drastis dan kerja malas-malasan, maka dosa-dosa setahun dihapuskan”.

Saat sang PENDOSAWAN PECANDU IDEOLOGI KORUP ini meninggal dunia, maka sanak-keluarga sang almarhum pendosawan berdoa memohon “PENGHAPUSAN DOSA” bagi sang almarhum PECANDU PENGHAPUSAN DOSA ini.

Tidak pernah sekalipun para PECANDU PENGHAPUSAN DOSA tersebut memikirkan nasib ataupun mendoakan korban-korban mereka.

Jangankan korupsi, membunuh dan merampok saja HALAL hukumnya bagi para PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA tersebut.

“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan ‘TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH DAN BAHWA MUHAMMAD RASUL ALLAH’, menghadap kiblat kami, memakan sembelihan kami, dan melakukan shalat dengan kami. Apabila mereka melakukan hal tersebut, niscaya kami diharamkan MENUMPAHKAN DARAH dan MERAMPAS HARTA mereka.” [Hadist Tirmidzi No. 2533]

Babi, HARAM.

Penghapusan Dosa, HALAL.

Itulah, “akal KORUP” milik “orang KORUP”.

Sehingga, bila ada muslim yang teriak-teriak “HUKUM MATI KORUPTOR! POTONG TANGAN PENCURI!”—maka yang sepatutnya dihukum mati dan dipenggal tangannya itu adalah kalangan muslim alias yang berteriak-teriak “maling teriak maling” demikian itu sendiri.