Dimana letak “maha kuasa”-nya, bila Tuhan butuh perantara “lidah” bernama nabi, yang dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai “the messenger”?
Disini,
kita akan memandangnya dari dua sisi. Pertama, untuk berkomunikasi dengan umat
manusia, Tuhan butuh Nabi—alias sang nabi memonopoli lidah Tuhan.
Kedua, untuk berkomunikasi dengan Tuhan, umat agama samawi butuh seorang Nabi. Sehingga, doa-doa para umat agama samawi selama ini, tidak ada satupun yang tersampaikan kepada Tuhan.
Itulah
sebabnya, masjid memasang toa atau speaker pengeras suara yang begitu norak dan
narsis, dengan harapan Tuhan mendengar doa-doa para umat muslim. Meminjam
bahasa Gus Dur, Tuhannya muslim itu “jauuuuuh”.
Itulah
sebabnya, para muslim kerap berziarah ke makan para walisongo, dengan harapan
para walisongo menjadi “nabi bayangan” agar doa-doa para muslim bisa
ter-delivered ke telinga Tuhan.
Karenanya,
kita patut merasa prihatin kepada umat-umat agama samawi, sia-sia mereka
beribadah selama ini, jungkir-balik ritualnya bagaikan akrobatik sirkus.
Sebaliknya,
kekuatan seorang Buddha, tidak terukur. Sang Buddha dapat mengakses Akashic
Records, bertelepati, mengunjungi alam Brahma dan bertarung dengan makhluk
Brahma yang berdelusi bahwa dirinya adalah Tuhan pencipta Bumi.
Sang
Buddha pernah bersabda:
Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā … [227] …
dan berkata kepada Beliau:
“Bhante, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar ini;
di hadapan Beliau aku mempelajari ini: ‘Abhibhū, seorang siswa Sang Bhagavā
Sikhī, sewaktu sedang menetap di alam brahmā, menyampaikan suaranya ke seluruh
seribu sistem dunia.’ Berapa jauhkah, Bhante, Sang Bhagavā, Sang Arahant,
Yang Tercerahkan Sempurna, dapat menyampaikan suaraNya?”
“Ia adalah seorang siswa, Ānanda. Para Tathāgata
adalah tidak terukur.”
Untuk ke dua kalinya Yang Mulia Ānanda berkata
kepada Sang Bhagavā: “Bhante, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar ini …
Berapa jauhkah, Bhante, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna,
dapat menyampaikan suaraNya?”
“Ia adalah seorang siswa, Ānanda. Para Tathāgata
adalah tidak terukur.”
Untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata
kepada Sang Bhagavā: “Bhante, di hadapan Sang Bhagavā aku mendengar ini …
Berapa jauhkah, Bhante, Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna,
dapat menyampaikan suaraNya?”
“Pernahkah engkau mendengar, Ānanda, tentang seribu
sistem dunia kecil?”
“Sekarang adalah waktunya, Sang Bhagavā. Sekarang
adalah waktunya, Yang Sempurna. Sudilah Sang Bhagavā menjelaskan. Setelah
mendengarnya dari Sang Bhagavā, para bhikkhu akan mengingatnya.”
“Baiklah, Ānanda, dengarkan dan perhatikanlah. Aku
akan berbicara.”
“Baik, Bhante,” Yang Mulia Ānanda menjawab. Sang
Bhagavā berkata sebagai berikut:
(1) “Seribu kali dunia di mana matahari dan
rembulan berputar dan menerangi segala penjuru dengan cahayanya disebut seribu
sistem dunia kecil. Dalam seribu sistem dunia kecil tersebut terdapat
seribu rembulan, seribu matahari, seribu raja pegunungan Sineru, seribu
Jambudīpa, seribu Aparagoyāna, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavideha, dan
seribu empat samudra raya; seribu empat raja dewa, seribu [surga] para deva
yang dipimpin oleh empat raja dewa, seribu [surga] Tāvatiṃsa,
seribu [228] [surga] Yāma, seribu [surga] Tusita, seribu [surga] para deva yang
bersenang-senang dalam penciptaan, seribu [surga] para deva yang mengendalikan
ciptaan para deva lain, seribu alam brahmā.
[NOTE : Dari berbagai sutta, Sang Buddha memaparkan
bahwa makhluk Brahma di Alam Brahma, memiliki kecenderungan berdelusi bahwa ia
adalah “Tuhan”. Karenanya, besar kemungkinan di masing-masing sistem dunia
kecil tersebut terdapat juga ribuan “Tuhan-Tuhan” alias Brahma yang berdelusi
bahwa dirinya adalah “Pencipta” akibat umurnya yang panjang sementara itu
planet semacam bumi telah hancur, lebur, dan terbentuk kembali namun sang
Brahma masih hidup akibat umurnya yang panjang.]
(2) “Sebuah dunia yang terdiri dari seribu kali
seribu sistem dunia kecil disebut sistem dunia menengah seribu-pangkat-dua.
(3) “Sebuah dunia yang terdiri dari seribu kali
sistem dunia menengah seribu-pangkat-dua disebut sistem dunia besar seribu
pangkat-tiga. Ānanda, Sang Tathāgata dapat menyampaikan suaranya sejauh yang
Beliau inginkan dalam sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga.”
[Kitab Komentar : Itu barulah sistem dunia menengah.
Dvisahassī majjhimā lokadhātu. Adalah
perlu untuk menggunakan ungkapan demikian daripada “sistem dunia menengah dua
ribu.” Karena sistem dunia menengah bukan dua kali ukuran seribu sistem dunia
kecil, melainkan seribu kali ukuran itu, yaitu, seribu sistem dunia kuadrat.
Demikian pula, persis di bawah, sebuah tisahassī
mahāsahassī lokadhātu bukanlah tiga kali ukuran sistem dunia kecil,
melainkan seribu kali ukuran sistem dunia menengah seribu-pangkat dua, dengan
kata lain seribu sistem dunia kubik.]
“Tetapi dengan cara bagaimanakah, Bhante, Sang
Tathāgata dapat menyampaikan suaranya sejauh yang Beliau inginkan dalam sistem
dunia besar seribu-pangkat-tiga?”
“Di sini, Ānanda, Sang Tathāgata dengan sinarnya
meliputi satu sistem dunia besar seribu-pangkat-tiga. Ketika makhluk-makhluk
itu merasakan cahaya itu, kemudian Sang Tathāgata memproyeksikan suaranya dan
membuat mereka mendengar suara itu. Dengan cara demikianlah, Ānanda, Sang
Tathāgata menyampaikan suaranya sejauh yang Beliau inginkan dalam sistem dunia
besar seribu-pangkat-tiga.”
Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Ānanda berkata
kepada Sang Bhagavā: “Ini adalah keberuntunganku! Aku sangat beruntung
karena Guruku begitu kuat dan perkasa.”
Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Udāyī berkata
kepada Yang Mulia Ānanda: “Apa urusannya denganmu, teman Ānanda, bahwa Gurumu
begitu kuat dan perkasa?”
Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berkata
kepada Yang Mulia Udāyī: “Jangan berkata begitu, Udāyī! Jangan berkata begitu,
Udāyī! Udāyī, jika Ānanda meninggal dunia tanpa terbebaskan dari nafsu, maka
berkat keyakinannya ia akan menguasai kerajaan surgawi tujuh kali dan kerajaan
besar di Jambudīpa ini tujuh kali. Akan tetapi, dalam kehidupan ini juga
Ānanda akan mencapai nibbāna akhir.”
[Kitab Komentar : Sang Buddha mengatakan ini,
seolah-olah seorang yang baik hati yang berulang-ulang memberitahu orang lain
yang berjalan terhuyung-huyung di tepi jurang, ‘Jalan lewat sini.]
Menjadi tidak mengherankan, bila dalam judul sutta
yang sama, sūtra Mahāyāna ada menyebutkan sebagai berikut : “Ānanda, mengapa engkau mengatakan ini? Ia
adalah seorang siswa yang kokoh dalam sebagian pengetahuan. Tetapi para
Tathāgata, setelah memenuhi sepuluh kesempurnaan dan mencapai Kemahatahuan,
adalah tidak terukur. Wilayah, jangkauan, dan kekuatan seorang siswa adalah
satu hal, jangkauan para Buddha adalah sangat berbeda. Ini seperti
membandingkan sedikit tanah di ujung kukumu dengan tanah di seluruh bumi ini.”
SUMBER : Khotbah Sang Buddha dalam “Aṅguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang
Buddha, JILID I”, Judul
Asli : “The Numerical Discourses of the
Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012,
terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press.