Adzan Berkumandang, para Pencandu Ideologi Korup “PENGHAPUSAN DOSA” Berbondong-Bondong Datang Berkumpul

Apakah Betul Setan Membenci Suara Adzan?

Question: Kalangan muslim selalu melecehkan kaum NON yang merasa terganggu oleh suara speaker eskternal masjid yang super berisik, sebagai setan, dengan alasan “setan dan jin takut dan membenci suara adzan”. Apakah memang betul begitu adanya?

Brief Answer: Faktanya, dukun-dukun jahat yang bersekutu dengan jin dan setan jahat, terdapat di setiap kota dan pedesaan di Indonesia, berkeliaran mencari mangsa setiap harinya alias merajalela—sementara dan sekalipun masjid satu dan masjid lainnya berdiri hanya berjarak sekian ratus meter dengan masjid-masjid lainnya sehingga suara toa / speaker pengeras suaranya saling bersahut-sahutan satu sama lainnya, bahkan juga bersahut-sahutan dengan suara gonggongan anjing warga. Tidak hanya sampai disitu, suaranya menerobos masuk hingga ke dalam ruang toilet dan ke dalam lubang jamban rumah-rumah warga setempat.

Fakta kedua, orang-orang (para pendosawan) yang kesetanan / kesurupan / mabuk / mencandu ideologi “penghapusan dosa” (abolition of sins) justru mendatangi dan berkumpul di masjid ketika suara adzan berkumandang. Sekalipun, jelas-jelas dan nyata-nyata bahwa hanya seorang pendosa yang butuh “penghapusan / pengampunan dosa” maupun “penebusan dosa”. Berbagai penelitian ilmiah menyebutkan, “polusi suara” dapat memicu penyakit psikis maupun penyakit fisik, alias tidak sehat (toxic). Ketika mereka (para pendosawan pemeluk “Agama DOSA”) tersebut beribadah saja, cara-caranya merampas hak ketenangan hidup orang lain, maka bagaimana ketika mereka tidak sedang beribadah?

PEMBAHASAN:

Disebut sebagai “Agama DOSA”, atas dasar pertimbangan dogma-dogma yang diajarkan kepada umatnya ialah : gaya hidup “penghapusan dosa” sebagai HALAL LIFESTYLE, alih-alih higienis dari perbuatan buruk maupun jahat yang dapat dicela oleh para bijaksanawan. Terhadap dosa dan maksiat, begitu kompromistik. Namun terhadap kaum yang berbeda keyakinan, para pendosawan tersebut demikian intoleran. Babi, HARAM. “Penghapusan Dosa”, HALAL. Semua orang sanggup, menjadi seorang “pendosa penjilat penuh dosa”. Namun, tidak semua orang sanggup berjiwa ksatria (ksatriawan) yang berani untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri yang telah pernah menyakiti, melukai, maupun merugikan orang lain. Terlebih, menjadi seorang suciwan yang bergaya hidup higienis dari dosa karena senantiasa melatih praktik disiplin diri bernama “self control” (mawas diri).

Mereka, para pendosawan tersebut, terlampau pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri, dan disaat bersamaan terlampau pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik untuk mereka petik sendiri buah manisnya sebagai bekal hidup di masa depan maupun di kehidupan mendatang. Sehingga, kita patut bertanya, tempat yang menjadi sumber “polusi suara” tersebut betul merupakan “tempat suci” ataukah menyerupai “pemakaman” karena menjadi tempat berkumpulnya para pendosawan yang mabuk dan tergila-gila pada iming-iming “penghapusan dosa” yang notabene “too good to be true”?

Mereka bahkan tidak mampu membedakan antara “Agama SUCI” dan “Agama DOSA”. Pendosa, hendak berceramah perihal hidup suci, bersih, luhur, baik, dan mulia? Itu menyerupai orang buta yang hendak menuntun kalangan pendosawan lainnya. untuk itu tepat bila kita merujuk khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID III”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara, dengan kutipan:

V. Perbuatan Buruk

241 (1) Perbuatan Buruk

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk ini. Apakah lima ini? (1) Seseorang menyalahkan diri sendiri. (2) Para bijaksana, setelah menyelidiki, mencelanya. (3) Ia memperoleh reputasi buruk. (4) Ia meninggal dunia dalam kebingungan. (5) Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka. Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik ini. Apakah lima ini? (1) Seseorang tidak mencela diri sendiri. (2) Para bijaksana, setelah menyelidiki, memujinya. (3) Ia memperoleh reputasi baik. (4) Ia meninggal dunia tanpa kebingungan. (5) Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga. Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik itu.”

~0~

242 (2) Perbuatan Buruk Melalui Jasmani

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui jasmani ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui jasmani itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui jasmani ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui jasmani itu.”

~0~

243 (3) Perbuatan Buruk Melalui Ucapan

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui ucapan ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui ucapan itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui ucapan ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui ucapan itu.”

~0~

244 (4) Perbuatan Buruk Melalui Pikiran

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui pikiran ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui pikiran itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui pikiran ini. Apakah lima ini? [268] … [seperti pada 5:241] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui pikiran itu.”

~0~

245 (5) Yang Lain Tentang Perbuatan Buruk

Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk ini. Apakah lima ini? (1) Seseorang menyalahkan diri sendiri. (2) Para bijaksana, setelah menyelidiki, mencelanya. (3) Ia memperoleh reputasi buruk. (4) Ia menjauh dari Dhamma sejati. (5) Ia kokoh dalam Dhamma palsu. Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk itu.

Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik ini. Apakah lima ini? (1) Seseorang tidak menyalahkan diri sendiri. (2) Para bijaksana, setelah menyelidiki, memujinya. (3) Ia memperoleh reputasi baik. (4) Ia menjauh dari Dhamma palsu. (5) Ia kokoh dalam Dhamma sejati. Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik itu.”

~0~

246 (6) Yang Lain Tentang Perbuatan Buruk Melalui Jasmani

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui jasmani ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui jasmani itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui jasmani ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui jasmani itu.”

~0~

247 (7) Yang Lain Tentang Perbuatan Buruk Melalui Ucapan

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui ucapan ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui ucapan itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui ucapan ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui ucapan itu.”

~0~

248 (8) Yang Lain Tentang Perbuatan Buruk Melalui Pikiran

“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam perbuatan buruk melalui pikiran ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima bahaya dalam perbuatan buruk melalui pikiran itu.

“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam perbuatan baik melalui pikiran ini. Apakah lima ini? … [seperti pada 5:245] … . Ini adalah kelima manfaat dalam perbuatan baik melalui pikiran itu.”

~0~

249 (9) Tanah Pemakaman

“Para bhikkhu, ada lima bahaya di tanah pemakaman. Apakah lima ini? Tidak murni, berbau busuk, berbahaya, menjadi alam makhluk-makhluk halus yang jahat, [sebuah tempat di mana] banyak orang menangis. Ini adalah lima bahaya di tanah pemakaman. Demikian pula, ada lima bahaya pada seseorang yang serupa dengan tanah pemakaman ini. Apakah lima ini? [269]

(1) “Di sini, seseorang melakukan perbuatan buruk yang tidak murni melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Ini, Aku katakan, adalah bagaimana ia tidak murni, seperti halnya tanah pemakaman yang tidak murni, Aku katakan orang ini serupa dengan itu.

(2) “Karena ia melakukan perbuatan buruk yang tidak murni melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, maka ia memperoleh reputasi buruk. Ini, Aku katakan, adalah bagaimana ia berbau busuk. Seperti halnya tanah pemakaman yang berbau busuk, Aku katakan, orang ini serupa dengan itu.

(3) “Karena ia melakukan perbuatan buruk yang tidak murni melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, maka teman-temannya para bhikkhu menghindarinya dari jauh. Ini, Aku katakan, adalah bagaimana ia [dianggap sebagai] berbahaya. Seperti halnya tanah pemakaman [dianggap sebagai] berbahaya, Aku katakan, orang ini serupa dengan itu.

(4) “Dengan melakukan perbuatan buruk yang tidak murni melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, ia berdiam bersama dengan orang-orang yang serupa dengan dirinya. Ini, Aku katakan, adalah bagaimana ia menjadi alam bagi [orang-orang] jahat. Seperti halnya tanah pemakaman menjadi alam bagi makhluk-makhluk halus yang jahat, Aku katakan orang ini serupa dengan itu.

(5) “Setelah melihatnya melakukan perbuatan buruk yang tidak murni melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, teman-temannya para bhikkhu yang berperilaku baik mengeluhkannya, dengan berkata: ‘Oh, betapa menderitanya kami menetap bersama orang-orang demikian!’ Ini, Aku katakan, adalah bagaimana mereka menangis karenanya. Seperti halnya tanah pemakaman adalah [sebuah tempat di mana] banyak orang menangis, Aku katakan orang ini serupa dengan itu.

“Ini, para bhikkhu, adalah kelima bahaya itu yang serupa dengan tanah pemakaman.” [270]