Dogma yang Mengkampanyekan dan Mengkompromikan Penghapusan / Pengampunan / Penabusan DOSA justru Melestarikan Dosa dan Maksiat, Alih-Alih Melenyapkannya dari Muka Bumi
Hanya seorang PENDOSA, yang Butuh PENGHAPUSAN DOSA (Abolition of Sins)
Dosa dan Maksiat begitu Membuat Kecanduan para
Pemeluk Ideologi Penghapusan Dosa (Pecandu Dosa & Maksiat = Pecandu
Penghapusan Dosa)
Ketika Tuhan Butuh Melestarikan Dosa dan Maksiat agar
Agama Samawi Banyak Peminat, Pemeluk, dan Pecandunya
Question: Konon, menurut agama kristiani, sudah banyak, setidaknya enam nabi yang pernah diutus Tuhan ke dunia manusia. Bahkan, menurut agama islam, sudah dua puluh empat nabi yang dikirimkan Tuhan ke dunia. Namun mengapa dosa dan maksiat yang paling primitif sekalipun, macam mencuri dan berzina ataupun berjudi, masih ada sampai sekarang dan sama sekali tidak ada tanda-tanda kepunahan maksiat-maksiat tersebut, justru kian menjadi-jadi tidak terbendung?
Brief Answer: Antara ideologi perihal dosa ataupun maksiat,
sejatinya saling menegasikan ketika dihadapkan / dibenturkan dengan iming-iming
berupa dogma “penghapusan / pengampunan dosa” maupun “penebusan dosa” atau
apapun itu istilahnya. Sederhananya, hanya kalangan pendosa, yang butuh
penghapusan dosa. Karenanya, patut kita pertanyakan, agama-agama yang justru
mengkampanyekan “penghapusan dosa” dengan bersikap kompromistik terhadap dosa
dan maksiat—namun disaat bersamaan demikian intoleran terhadap kaum yang “non”—merupakan
“Agama SUCI” ataukah “Agama DOSA” yang bersumber dari “Kitab DOSA”?
Bukan menjadi persoalan utama apakah seseorang
merupakan agamais atau tidaknya, namun agama apakah dulu yang mereka peluk dan
anut? Ingatlah bahwa, “kabar gembira” bagi pendosawan, merupakan “kabar buruk”
bagi kalangan korban-korban dari para pendosa tersebut. Karena itulah,
terminologi “merugi” yang ada dan dikenal dalam kamus mereka, ialah merugi bila
tidak menceburkan diri dan menyelami (menikmati) dosa-dosa dan berbagai maksiat
(berkubang dan menimbun diri dengan dosa), semata agar iming-iming “penghapusan
dosa” tidak menjadi mubazir. Kontras dengan para penganut “Agama DOSA”, para
ksatriawan pemeluk “Agama KSATRIA” lebih memilih untuk mengambil sikap ksatria dengan
bertanggung-jawab serta mempertanggung-jawabkan perbuatan-perbuatan buruk
mereka yang telah melukai, menyakiti, maupun merugikan orang lain, besar
ataupun kecil semua akan ia bayarkan dan lunasi dikehidupan ini juga. Suciwan, para
pemeluk “Agama SUCI”, bahkan sama sekali tidak butuh iming-iming dangkal yang kotor
semacam “penghapuan dosa”, mereka penuh latihan disiplin diri (self-control), sehingga mereka tidak
disukai oleh “Tuhan” (versi agama samawi).
Karena itulah juga, bila di Buddhist ada umat
Buddha yang justru jahat dan tercela perilakunya, maka itu adalah umat yang
menyimpang dari ajaran Buddha, sehingga tidak layak untuk disebut ataupun
mengaku sebagai siswa Sang Buddha, namun siswa Devadatta. Sebaliknya, Muslim /
Kristen yang jujur dan moderat, justru adalah umat Agama Islam maupun Kristiani
yang menyimpang dari ajaran agama mereka sendiri. Muslim yang radikal, justru
adalah Muslim yang soleh, karena mengikuti dan menjalankan apa yang
diperintahkan “Tuhan” mereka dalam Al-quran maupun Hadist yang sahih. Islam itu
sendiri, memiliki makna “patuh secara mutlak-membuta”
PEMBAHASAN:
Dalam pandangan Buddhistik, iming-iming
dangkal kekanakan semacam “penghapusan dosa”, dipandang sebagai bersifat “too good to be true”, sehingga konyol
untuk dipercayai terlebih untuk dipeluk. Sebaliknya, bertolak-belakang dengan yang
disebut sebelumnya, dogma-dogma “penghapusan dosa” adalah bersifat “too big to fall”, mengingat dosa-dosa para
pemeluknya sudah bertumpuk-tumpuk dosa yang menggunung dan siap rubuh sewaktu-waktu,
sehingga tiada pilihan lain selain percaya secara membuta terhadap iming-iming “penghapusan
dosa”. Mereka yang memasuki dan menjadi pemeluk “Agama DOSA”, karenanya disebut
sedang merosot dengan menghewankan diri mereka sendiri ataupun mencoba
menghewankan orang-orang lainnya.
Perbedaan utama antara umat
Buddhist dan umat agama samawi, bila umat agama samawi melakukan tindak
kriminal, maka sang kriminal tetap yakin akan masuk alam surga setelah kematian.
Sebaliknya, tiada satu pun umat Buddhist yang patut merasa berhak masuk alam
surgawi setelah kematian mereka—mengingat ajaran perihal “hukum tabur-tuai”
saling menegasikan serta bertolak-belakang dengan dogma “penghapusan dosa”,
keduanya tidak dapat dipertemukan karena memang saling menegasikan ibarat es
disatukan dengan api, alias tidak akan pernah sejalan.
Berikut inilah, yang disebut sebagai ajaran
yang mempromosikan kehidupan yang luhur, mulia, bersih, dan SUCI yang sejati,
yakni ajaran Sang Buddha dengan kutipan sebagai berikut, dimana kalangan
pendosawan dapat dipastikan masuk alam rendah setelah kematian menjemput mereka—sama
sekali tidak toleran terhadap kekotoran batin diri kita sendiri, bukan lebih
sibuk “menghakimi” pihak eksternal:
“Para bhikkhu, ada empat jenis
orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Orang yang mengikuti arus; orang
yang melawan arus; orang yang kokoh dalam pikiran; dan orang yang telah
menyeberang dan sampai di seberang, sang brahmana yang berdiri di atas daratan
yang tinggi.
(1) “Dan apakah orang yang mengikuti arus? Di sini, seseorang
menikmati kenikmatan indria dan melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Ini
disebut orang yang mengikuti arus.
(2) “Dan apakah orang yang melawan arus? Di sini, seseorang tidak menikmati
kenikmatan indria atau melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Bahkan dengan
kesakitan dan kesedihan, menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia
menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni. Ini disebut orang
yang melawan arus.
~0~
“Para bhikkhu, dengan memiliki dua kualitas, orang
dungu, yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam kondisi
celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia
menghasilkan banyak keburukan. Apakah dua ini? Tanpa menyelidiki dan
tanpa memeriksa, ia memuji seorang yang layak dicela. Tanpa menyelidiki
dan tanpa memeriksa, ia mencela seorang yang layak dipuji. Dengan memiliki
dua kualitas ini, orang dungu, yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan
dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para
bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan.
“Para bhikkhu, dengan memiliki dua kualitas, orang
bijaksana, yang kompeten, dan baik mempertahankan dirinya dalam kondisi
tidak-celaka dan tidak-terluka; ia tanpa cela dan di luar celaan oleh para
bijaksana; dan ia menghasilkan banyak jasa. Apakah dua ini? Setelah
menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencela seorang yang layak dicela. Setelah
menyelidiki dan setelah memeriksa, ia memuji seorang yang layak dipuji.
Dengan memiliki dua kualitas ini, orang bijaksana, yang kompeten, dan baik
mempertahankan dirinya dalam kondisi tidak-celaka dan tidak-terluka; ia tanpa
cela dan di luar celaan oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak jasa.”
~0~
“Para bhikkhu, ada empat usaha
ini. Apakah empat ini? Usaha dengan mengendalikan, usaha dengan meninggalkan,
usaha dengan mengembangkan, dan usaha dengan melindungi.
(1) “Dan apakah, para bhikkhu, usaha dengan mengendalikan? Di sini,
seorang bhikkhu membangkitkan keinginan untuk tidak memunculkan
kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha,
membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Ini disebut
usaha dengan mengendalikan.
(2) “Dan apakah usaha dengan meninggalkan? Di sini, seorang bhikkhu
membangkitkan keinginan untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak
bermanfaat yang telah muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan
pikirannya, dan berupaya. Ini disebut usaha dengan meninggalkan.
(3) “Dan apakah usaha dengan mengembangkan? Di sini, seorang bhikkhu
membangkitkan keinginan untuk memunculkan kualitas-kualitas bermanfaat yang
belum muncul; ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan
berupaya. Ini disebut usaha dengan mengembangkan.
(4) “Dan apakah usaha dengan melindungi? Di sini, seorang bhikkhu
membangkitkan keinginan untuk mempertahankan kualitas-kualitas bermanfaat yang
telah muncul, untuk ketidakmundurannya, meningkatkan, memperluas, dan
memenuhinya melalui pengembangan; ia berusaha, membangkitkan kegigihan,
mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Ini disebut usaha dengan melindungi.”
Sebaliknya, kontras dengan ajaran
Sang Buddha—perbandingannya antara surga tertinggi dan neraka terdalam, bukan
lagi antara langit dan bumi—berikut dibawah inilah yang disebut sebagai “Agama
DOSA” yang bersumber dari “Kitab DOSA”, dimana disebut demikian semata karena mempromosikan
“pecandu dan menikmat maksiat satu paket bundling dengan iming-iming penghapusan
dosa”, sehingga tidaklah mengherankan ketika slogan yang mereka kampanyekan
selama ini ialah “BUAT DOSA, SIAPA TAKUT!?”, bahkan tanpa merasa malu
mempromosikannya lewat speaker pengeras suara tempat ibadah mereka, alih-alih ditabukan:
- Roma 3:7 Tetapi
jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa
aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?
- Paulus mengabarkan Yesus dengan kepalsuan : Filipi
1:18 Tetapi tidak mengapa, sebab
bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun
dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap
bersukacita,
- Ajaran Paulus bukan dari Tuhan : II Korintus 11:17
Apa yang aku katakan, aku
mengatakannya bukan sebagai seorang yang berkata menurut firman Tuhan,
melainkan sebagai seorang bodoh yang berkeyakinan, bahwa ia boleh bermegah.
- Membenarkan penipuan dan kelicikan untuk
kepentingan hegemoni agama Kristen : Korintus 12:16 Baiklah, aku sendiri tidak merupakan suatu beban bagi kamu, tetapi
dalam kelicikanku aku telah menjerat kamu dengan tipu daya. [Corinthians 12:16 But be it so, I did not
burden you: nevertheless, being crafty, I caught you with guile.]
- Aisyah bertanya kepada
Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah
Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan
datang? Rasulullah menjawab, “Tidak
bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR
Bukhari Muslim]. Bangga menjadi pendosawan, alih-alih merasa tabu dan malu. Umpama
orang buta hendak menuntun para butawan lainnya. Pendosawan, ingin berceramah
hidup suci, mulia dan luhur?
- “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan
kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Washil dari Al
Ma’rur berkata, “Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira,
bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan
sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia
mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga
berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]
- Umar bin al-Khattab, rekan
Muhammad terusik dengan apa yang dilihatnya. “Umar mendekati Batu Hitam dan menciumnya serta mengatakan,
‘Tidak diragukan lagi, aku tahu kau hanyalah sebuah batu yang tidak
berfaedah maupun tidak dapat mencelakakan siapa pun. Jika saya tidak melihat
Utusan Allah mencium kau, aku tidak akan menciummu.” [Sahih al-Bukhari,
Volume 2, Buku 26, Nomor 680] Berhala teriak berhala, kafir teriak kafir.
- “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
mengucapkan ‘TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH DAN BAHWA MUHAMMAD RASUL ALLAH’,
menghadap kiblat kami, memakan sembelihan kami, dan melakukan shalat dengan kami.
Apabila mereka melakukan hal tersebut, niscaya kami diharamkan MENUMPAHKAN
DARAH dan MERAMPAS HARTA mereka.” [Hadist Tirmidzi No. 2533] Wahyu
tersebut berisi perintah, wajib hukumnya dijalankan. Bila tidak, itu namanya “murtadin”! Para Muslim menuntut serta menikmati
toleransi dari para Buddhist (nenek-moyang Nusantara abad ke-5—15 Masehi) saat
masuk ke Nusantara di abad ke-15 Masehi, namun kini setelah menjelma mayoritas
para Muslim hendak memberangus toleransi yang dahulu mereka nikmati.
- QS 9:14. Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan)
tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka,
serta melegakan hati orang-orang yang beriman,
- QS 66:9. Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik
dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam dan
itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.
- QS 2:191. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu
jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu
(Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah
kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di
tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka.
Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. [NOTE : Balas dizolimi
dengan pembunuhan, kapan konflik akan berakhir dan apakah proporsional?
Apakah itu bukan merupakan “alasan pembenar” alias alibi atau justifikasi diri
seolah berhak untuk merampas hidup orang lain?]
- QS 5:33. Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan
Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau
disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik,
atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai)
suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan
yang besar. [NOTE : Maha Pengasih juga Maha Pengampun. Yang “Maha Pemurka”
akan seperti apa perintahnya?]
- QS 8:12. Ingatlah, ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya
Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang telah beriman”.
Kelak aku akan jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka PENGGALLAH
KEPALA MEREKA dan PANCUNGLAH TIAP-TIAP UJUNG JARI MEREKA. [NOTE : Agama
“cinta damasi”. Yang “gila perang”, “haus darah”, dan “gaya iblis”, seperti
apa?
- QS 9:5. Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang
musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah
mereka dan intailah di tempat pengintaian. [NOTE: sekaligus sebagai bukti,
selama ini siapa yang menyerang dan siapa yang terlebih dahulu diserang.
Mengaku “dizolimi”, namun mengapa justru mengintai dan mengepung? Bagaimana mungkin,
mengaku diserang, namun yang diserang yang justru mengintai dan mengepung yang
menyerang?]
- “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang
kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”
(Q.S. an-Nisa` [4]: 3). [NOTE : Tidak puas? Kawin lagi solusinya, tiada ajakan
ataupun nasehat untuk “self-control”.
Kawin itu “ibadah”? Manusia tidak perlu disuruh kawin, hewan saja tidak disuruh
kawin, sudah hobi kawin dan beranak-pinak itu tikus-tikus dan kucing-kucing
liar. Agama yang menghewankan manusia.]