Agama Kristen Menjual Agamanya lewat Sulap Trik Mukjizat
Murahan, KAMPUNGAN
Mengapa Tidak Sekalian Pemuka Agama Kristen Bermain Akrobatik dan Topeng Monyet, agar Lebih Atraktif Menjaring Peminat?
Bukankah kampungan namanya, bilamana suatu pemuka agama pamer “mukjizat” (penuh rekayasa dan tipu-muslihat) menyerupai sulap, dimana para badut-badut berpura-pura sakit, lalu simsalabin menjadi sembuh semudah dan seinstan klaim beriman kepada Tuhan? Faktanya, di negara-negara Barat dimana agama Kristen tumbuh dan berkembang, banyak dapat kita jumpai rumah-sakit dimana para pasien penghuninya ialah orang-orang Kristiani? Bisakah orang-orang Kristen tersebut menyembuhkan penyakit berupa usia menjadi tua, penyakit khas usia umur tua seperti osteoporosis (tulang keropos), gigi tanggal, patah tulang, demensia (pikun hingga alzheimer), maupun penyakit berupa kematian?
Praktik demikian
bertolak-belakang dengan ajaran Sang Buddha yang melarang para bhikkhu
menjaring umat lewat pamer kesaktian, karena bukanlah itu yang dibutuhkan oleh
umat awam serta dapat merendahkan keagungan serta keluhuran Dhamma seolah-olah sama
rendahnya dengan aksi murahan ala sukap di pinggir jalan untuk menarik minat
penonton ataupun menarik sejumlah “keuntungan recehan”. Dhamma sudah indah
tanpa perlu dipermanis, dimana Dhamma adalah “keajaiban pengajaran” itu sendiri—sekalipun
“truth always bitter”, karenanya
tidak semua kalangan suka dan senang atas kejujuran yang dibabarkan dalam
Dhamma secara “apa adanya”.
Adapun mukjizat yang “too good to be true” dipamer, diumbar,
serta diobral murah oleh kalangan pemuka agama samawi, ialah berwujud iming-iming
delusif serta korup bernama “abolition of
sins” berupa “penghapusan / pengampunan dosa” maupun “penebusan dosa”. Adapun
ajaran Sang Buddha bersifat melawan arus “mainstream”, dengan tidak menawarkan iming-iming “penghapusan dosa”—bahkan
tegas menolaknya—akan tetapi menyusung jiwa serta sikap penuh tanggung-jawab
atas diri dan perbuatan kita sendiri, sebagaimana dapat kita rujuk langsung khotbah
Sang Buddha dalam “Aṅguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang
Buddha, JILID 1”, Judul Asli : “The Numerical
Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012,
terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi
Wijaya dan Indra Anggara, membabarkan “keajaiban pengajaran” dengan kutipan
sebagai berikut:
60 (10) Saṅgārava
Brahmana Saṅgārava mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar
sapa dengan Beliau … Kemudian, sambil duduk di satu sisi, Brahmana Saṅgārava berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut:
“Guru Gotama, kami para
brahmana melakukan pengorbanan dan menyuruh orang lain untuk mempersembahkan
pengorbanan. Sekarang baik seorang yang melakukan pengorbanan sendiri maupun
seorang menyuruh orang lain untuk mempersembahkan pengorbanan, keduanya telah
terlibat dalam praktik berjasa yang menjangkau banyak orang, yaitu, yang
berdasarkan pada pengorbanan. Tetapi seorang yang meninggalkan keluarga dan meninggalkan
keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah hanya
menjinakkan dirinya sendiri, menenangkan dirinya sendiri, dan hanya dirinya
sendiri yang mengarah menuju nibbāna. Dalam kasus demikian, ia terlibat dalam praktik
berjasa yang menjangkau hanya satu orang, yaitu, yang berdasarkan pada
pelepasan keduniawian.”
“Baiklah, Brahmana, Aku akan
mengajukan pertanyaan kepadamu sehubungan dengan persoalan ini. Engkau boleh menjawabnya
sesuai apa yang menurutmu benar. Bagaimana menurutmu, Brahmana? Di sini,
seorang Tathāgata muncul di dunia, seorang Arahant, tercerahkan sempurna,
sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, sempurna menempuh sang jalan, pengenal
dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva
dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci. Beliau berkata sebagai berikut:
‘Marilah, ini adalah jalan, ini adalah cara. Dengan berlatih menurut jalan ini,
Aku telah merealisasi untuk diriKu sendiri dengan pengetahuan langsung puncak kehidupan
spiritual yang tidak terlampaui dan mengenalkannya kepada orang lain. Marilah,
kalian juga berlatih demikian. Dengan berlatih sesuai jalan ini, kalian juga
akan merealisasi untuk diri kalian sendiri dengan pengetahuan langsung puncak
kehidupan spiritual dan berdiam di dalamnya.’ Demikianlah Sang Guru
mengajarkan Dhamma ini dan orang-orang lain [169] berlatih sesuai ajaranNya itu.
Ada ratusan, ribuan, ratusan ribu yang melakukan demikian. Bagaimana menurutmu?
Dalam kasus ini, apakah tindakan meninggalkan keduniawian itu adalah sebuah
praktik berjasa yang menjangkau satu orang atau banyak orang?”
“Jika kasusnya demikian, Guru
Gotama, maka ini adalah praktik berjasa yang menjangkau banyak orang, yaitu,
yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian.”
Ketika hal ini dikatakan, Yang
Mulia Ānanda berkata kepada Brahmana Saṅgārava: “Di antara kedua praktik ini, Brahmana, yang manakah yang lebih
menarik bagimu sebagai yang lebih sederhana dan lebih tidak membahayakan,
dan juga sebagai yang lebih berbuah dan bermanfaat?”
Kemudian Brahmana Saṅgārava berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Aku
menganggap Guru Gotama dan Guru Ānanda layak menerima penghormatan dan pujian.”
[Kitab Komentar : Ia tidak
ingin menjawab pertanyaan Ānanda, maka ia mencoba mengalihkan diskusi dengan
kata-kata pujian.]
Untuk ke dua kalinya Yang Mulia
Ānanda berkata kepada sang Brahmana: “Brahmana, aku tidak bertanya kepadamu
tentang siapa yang engkau anggap layak menerima penghormatan dan pujian. Aku
bertanya tentang yang mana di antara kedua praktik itu, manakah yang lebih
menarik bagimu sebagai yang lebih sederhana dan lebih tidak membahayakan, dan
juga sebagai yang lebih berbuah dan bermanfaat?”
Tetapi untuk ke dua kalinya
Brahmana Saṅgārava menjawab:
“Aku menganggap Guru Gotama dan
Guru Ānanda layak menerima penghormatan dan pujian.”
Untuk ke tiga kalinya Yang
Mulia Ānanda berkata kepada sang Brahmana: “Brahmana, aku tidak bertanya
kepadamu tentang siapa yang engkau anggap layak menerima penghormatan dan pujian.
Aku bertanya tentang yang mana di antara kedua praktik itu, manakah yang lebih
menarik bagimu sebagai yang lebih sederhana dan lebih tidak membahayakan, dan
sebagai yang lebih berbuah dan bermanfaat?”
Tetapi untuk ke tiga kalinya
Brahmana Saṅgārava menjawab:
“Aku menganggap Guru Gotama dan
Guru Ānanda layak menerima penghormatan dan pujian.” [170]
Kemudian Sang Bhagavā berpikir:
“Bahkan untuk ke tiga kalinya Brahmana Saṅgārava, ketika ditanya dengan pertanyaan sewajarnya oleh Ānanda, ia
menjadi bimbang dan tidak menjawab. Biarlah Aku membebaskannya.”
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada
Brahmana Saṅgārava: “Perbincangan apakah, Brahmana, yang dibicarakan pada hari ini di
antara para pengikut raja ketika mereka berkumpul dan duduk di istana
kerajaan?”
“Perbincangannya adalah ini,
Guru Gotama: ‘Sebelumnya ada lebih sedikit bhikkhu, tetapi lebih banyak yang
memperlihatkan keajaiban kekuatan batin yang melampaui manusia. Tetapi sekarang
ada lebih banyak bhikkhu, tetapi lebih sedikit yang memperlihatkan keajaiban
kekuatan batin yang melampaui manusia.’ Ini adalah perbincangan yang muncul
hari ini di antara para pengikut raja.”
“Ada, brahmana, tiga jenis
keajaiban ini. Apakah tiga ini? Keajaiban kekuatan batin, keajaiban membaca
pikiran, dan keajaiban pengajaran.
(1) “Dan apakah, Brahmana,
keajaiban kekuatan batin? Di sini, seorang bhikkhu mengerahkan berbagai jenis
kekuatan batin: dari satu, ia menjadi banyak; dari banyak, ia menjadi satu; ia
muncul dan lenyap; ia berjalan tanpa terhalangi menembus tembok, menembus
dinding, menembus gunung seolah-olah melewati ruang kosong; ia menyelam masuk
dan keluar dari dalam tanah seolah-olah di dalam air; ia berjalan di atas air
tanpa tenggelam seolah-olah di atas tanah; dengan duduk bersila, ia terbang di angkasa
bagaikan seekor burung; dengan tangannya ia menyentuh dan menepuk bulan dan
matahari begitu kuat dan perkasa; ia mengerahkan kemahiran dengan jasmani
hingga sejauh alam brahmā. Ini disebut keajaiban kekuatan batin.
(2) “Dan apakah, Brahmana,
keajaiban membaca pikiran? Ada seseorang yang, melalui suatu petunjuk,
menyatakan: ‘Pikiranmu demikian, demikianlah apa yang engkau pikirkan,
pikiranmu dalam kondisi demikian.’ Dan bahkan jika ia mengucapkan banyak pernyataan,
maka pernyataan-pernyataan itu adalah tepat seperti itu dan bukan sebaliknya.
[Kitab Komentar menjelaskannya
seolah-olah ini berarti suatu petunjuk yang tidak berhubungan dengan situasi
ini, tetapi ini mungkin merupakan isyarat atau ekspresi wajah – apa yang
sekarang kita kenal sebagai “bahasa tubuh” – yang mengungkapkan kondisi pikiran
seseorang kepada pengamat yang terampil.]
“Kemudian, seseorang tidak
menyatakan [kondisi pikiran] dengan berdasarkan suatu petunjuk, [171] tetapi ia
mendengarkan suara orang-orang, makhluk-makhluk tak tampak, atau dewa-dewa [berbicara]
dan kemudian menyatakan: ‘Pikiranmu demikian, demikianlah apa yang engkau
pikirkan, pikiranmu dalam kondisi demikian.’ Dan bahkan jika ia mengucapkan
banyak pernyataan, maka pernyataan-pernyataan itu adalah tepat seperti itu dan
bukan sebaliknya.
“Kemudian, seseorang tidak
menyatakan [kondisi pikiran] dengan berdasarkan suatu pertanda, atau dengan ia mendengarkan
suara orang-orang, makhluk-makhluk tak tampak, atau dewa-dewa [berbicara],
tetapi ia mendengarkan suara pancaran pikiran ketika seseorang sedang berpikir
dan memeriksa [suatu hal] dan kemudian menyatakan: ‘Pikiranmu demikian,
demikianlah apa yang engkau pikirkan, pikiranmu dalam kondisi demikian.’ Dan
bahkan jika ia mengucapkan banyak pernyataan, maka pernyataan-pernyataan itu
adalah tepat seperti itu dan bukan sebaliknya.
{Kitab Komentar : suara halus
yang mungkin terpancar melalui pikiran namun tidak diungkapkan secara verbal.]
“Kemudian, seseorang tidak
menyatakan [kondisi pikiran] dengan berdasarkan suatu pertanda, atau dengan ia mendengarkan
suara orang-orang, makhluk-makhluk tak tampak, atau dewa-dewa [berbicara], atau
dengan mendengarkan suara pancaran pikiran ketika seseorang sedang berpikir dan
memeriksa [suatu hal], tetapi dengan pikirannya sendiri ia melingkupi pikiran dari
seorang yang telah mencapai konsentrasi tanpa pemikiran dan pemeriksaan dan ia
memahami: ‘Aktivitas pikiran orang ini begitu terencana sehingga segera
setelahnya ia akan memikirkan pemikiran ini.’ Dan bahkan jika ia mengucapkan
banyak pernyataan, maka pernyataan-pernyataan itu adalah tepat seperti itu dan
bukan sebaliknya. Ini disebut keajaiban membaca pikiran.
[Kitab Komentar : Ini pasti
merujuk pada seseorang yang berada dalam level kultivasi jhāna (kemampuan batin berupa kesaktian akibat berlatih pada ‘objek
konsentrasi’ tertentu) tingkat ke dua atau lebih tinggi.]
(3) “Dan apakah, Brahmana,
keajaiban pengajaran? Di sini, seseorang mengajarkan [orang lain] sebagai
berikut: ‘Berpikirlah seperti ini dan bukan seperti itu! Perhatikanlah ini dan
bukan itu! Tinggalkanlah ini dan masuk dan berdiamlah dalam itu!’ Ini disebut keajaiban
pengajaran.
[Kitab Komentar memberikan
contoh : Memikirkan pemikiran-pemikiran tanpa-keinginan, bukan
pemikiran-pemikiran indriawi, dan sebagainya. Memperhatikan gagasan
ketidak-kekalan, dan sebagainya, bukan pada kekekalan, dan sebagainya.
Meninggalkan nafsu pada kenikmatan indria dan memasuki jalan dan buah yang melampaui
keduniawian.]
“Ini, Brahmana, adalah ketiga
jenis keajaiban. Di antara ketiga jenis keajaiban ini, yang manakah yang
menarik bagimu sebagai yang paling baik dan luhur?”
“Di antara ini, Guru Gotama,
ketika seseorang melakukan keajaiban yang dengannya ia mengerahkan berbagai
kekuatan batin … mengerahkan kemahiran dengan jasmani hingga sejauh alam
brahmā, hanya orang yang melakukan keajaiban ini yang mengalaminya dan itu
terjadi hanya pada dirinya. Keajaiban ini tampak bagiku seperti tipuan
sulap.
“Kemudian, Guru Gotama, ketika
seseorang melakukan keajaiban yang dengannya ia menyatakan kondisi pikiran
orang lain dengan berdasarkan pada petunjuk … dengan mendengarkan suara
orang-orang, makhluk-makhluk halus, atau para dewa … dengan mendengar suara
pancaran pikiran sewaktu seseorang sedang berpikir dan memeriksa [suatu hal] …
dengan pikirannya sendiri ia melingkupi pikiran dari seorang yang telah
mencapai konsentrasi tanpa pemikiran dan pemeriksaan dan ia memahami:
[172] ‘Aktivitas pikiran orang
ini begitu terencana sehingga segera setelahnya ia akan memikirkan pemikiran
ini,’ dan bahkan jika ia mengucapkan banyak pernyataan, maka
pernyataan-pernyataan itu adalah tepat seperti itu dan bukan sebaliknya – ini
juga, hanya orang yang melakukan keajaiban ini yang mengalaminya dan itu
terjadi hanya pada dirinya. Keajaiban ini juga, tampak bagiku seperti
tipuan sulap.
“Tetapi, Guru Gotama, ketika
seseorang melakukan keajaiban ini yang dengannya ia mengajarkan [orang lain]
sebagai berikut: ‘Berpikirlah seperti ini dan bukan seperti itu! Perhatikanlah
ini dan bukan itu! Tinggalkanlah ini dan masuk dan berdiamlah dalam itu!’ –
keajaiban ini menarik bagiku sebagai yang paling baik dan luhur di antara
ketiga keajaiban itu.
“Sungguh mengagumkan dan menakjubkan,
Guru Gotama, betapa baiknya hal ini telah dinyatakan oleh Guru Gotama! Kami menganggap
Guru Gotama sebagai seorang yang dapat melakukan ketiga keajaiban ini. Karena
Guru Gotama mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin … mengerahkan kemahiran dengan
jasmani hingga sejauh alam brahmā. Guru Gotama dengan pikiranNya melingkupi
pikiran seseorang yang telah mencapai konsentrasi yang tanpa pemikiran dan
pemeriksaan sehingga Beliau memahami: ‘Aktivitas pikiran orang ini begitu
terencana sehingga segera setelahnya ia akan memikirkan pemikiran ini.’ Dan Guru
Gotama mengajarkan [orang lain] sebagai berikut: ‘Berpikirlah seperti ini dan
bukan seperti itu! Perhatikanlah ini dan bukan itu! Tinggalkanlah ini dan masuk
dan berdiamlah dalam itu!’”
“Tentu saja, Brahmana,
kata-katamu itu menyelidiki dan lancang. Namun demikian, Aku akan menjawabmu.
Aku memang mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin … mengerahkan kemahiran
dengan jasmani hingga sejauh alam brahmā. Aku memang dengan pikiranKu
melingkupi pikiran seseorang yang telah mencapai konsentrasi yang tanpa
pemikiran dan pemeriksaan sehingga Aku memahami: ‘Aktivitas pikiran orang ini
begitu terencana sehingga segera setelahnya ia akan memikirkan pemikiran ini.’
Dan Aku memang mengajarkan [orang lain] sebagai berikut: ‘Berpikirlah seperti
ini dan bukan seperti itu! Perhatikanlah ini dan bukan itu! Tinggalkanlah ini
dan masuk dan berdiamlah dalam itu!’”
“Tetapi, Guru Gotama, adakah
satu saja bhikkhu lain selain Guru Gotama yang dapat melakukan ketiga jenis keajaiban
ini?”
“Bukan hanya seratus, dua
ratus, tiga ratus, empat ratus, atau lima ratus, tetapi bahkan lebih dari itu
yang dapat melakukan ketiga keajaiban ini.”
“Tetapi di manakah para bhikkhu
itu berdiam sekarang?” [173]
“Persis di sini, Brahmana, dalam
Saṅgha para bhikkhu ini.”
“Bagus sekali, Guru Gotama!
Bagus sekali, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam banyak
cara, seolah-olah menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang
tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan
pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat
bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung kepada Guru Gotama, kepada Dhamma, dan
kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat
awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”
Yang tidak bagus, butuh “make up”, dipermak, dan dibungkus dengan
bungkus yang mewah. Yang sudah bagus dan indah atau cantik, sudah memiliki “natural beauty” yang tidak bergantung
pada busana ataupun riasan apapun. Mengutip dari sebuah sumber, bila kita
bandingkan dengan apa yang ditawarkan oleh Buddhisme, tampak kontras dengan pilar
agama Kristiani, antara lain dapat kita jumpai dalam:
- Bapak Gereja bernama Eusebius
dari Caesarea dilaporkan pernah membuat pernyataan berikut : “It is an act of virtue to deceive and lie,
when by such means the interests of the church might be promoted.”
- Lloyd Graham mengatakan
pandangannya mengenai bapak-bapak gereja :
“Adalah umum diketahui bahwasanya bapak-bapak gereja adalah penipu; Katholik
mengakui hal itu. Berdasarkan Catholic Encyclopedia, ‘Pada semua bagian-bagian
penipuan dan interpolasi ini sebagaimana kebodohan telah dibuat pada sebuah
skala besar.’ (Lloyd Graham, Deceptions
and Myths of the Bible, hlm. 455)
Paulus dalam membela
kekristenan yang dibangunnya, Paulus berdusta demi nama Allah. Tampaknya,
Kristen memerlukan kebohongan dan penipuan demi keberlangsungan agama yang ia
kembangkan hingga menjadi hegemoni dunia, dipertegas oleh pengakuan-pengakuan
Paulus berikut:
- Roma 3:7 Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku
semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai
orang berdosa?
- Paulus mengabarkan Yesus
dengan kepalsuan : Filipi 1:18 Tetapi
tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan
maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku
akan tetap bersukacita,
- Ajaran Paulus bukan dari Tuhan
: II Korintus 11:17 Apa yang aku katakan,
aku mengatakannya bukan sebagai seorang yang berkata menurut firman Tuhan,
melainkan sebagai seorang bodoh yang berkeyakinan, bahwa ia boleh bermegah.
- Membenarkan penipuan dan kelicikan
untuk kepentingan hegemoni agama Kristen : Korintus 12:16 Baiklah, aku sendiri tidak merupakan suatu beban bagi kamu, tetapi
dalam kelicikanku aku telah menjerat kamu dengan tipu daya. [Corinthians 12:16 But be it so, I did not
burden you: nevertheless, being crafty, I caught you with guile.]