Banyak atau Sedikitnya Umat Pengikut, Sang Buddha tetap Hidup Bersahaja dan Tetaplah Keren
Betapa hebatnya Sang Buddha, melepas kehidupan duniawi yang makmur dan mewah dari seorang pangeran bernama Siddhatta Gotama, yang bisa saja menerima warisan berupa tahta dan singgasana kekuasaan, akan tetapi setelah melihat fenomena sosial berupa “menjadi tua, sakit, dan meninggal dunia”, lantas memberanikan diri memilih untuk mengenakan jubah dan hidup sebagai seorang petapa pengembara yang hanya memiliki harta berupa jubah dari kain bekas serta bowl untuk ber-pindapata, bahkan berjalan tanpa alas kaki dan tidur di alas yang sederhana, dimana Sang Buddha hanya makan satu kali dalam sehari—bahkan saat masih sebagai petapa muda, hampir tewas akibat praktik latihan tapa ekstrem sehingga wujud petapa Gotama nyaris menyerupai kerangka tulang-belulang (kurus-kering) dalam rangka menyiksa diri dengan harapan mencapai kebebasan dan pencerahan. Narapidana yang menghuni di penjara, bila sampai tersiksa seperti itu, mungkin akan lebih memilih untuk dihukum mati seketika daripada tersiksa hingga hampir berwujud tulang-belulang.