SENI PIKIR & TULIS
Pilih Mana, menjadi Pengguna Barang / Jasa Konvensional
ataukah Syariah?
Industri Syariah, Kawan ataukah Musuh dalam Selimut?
Bila yang seperti berikut ini, disebut sebagai “halal”, maka pertanyaan terbesar kita ialah bagaimana yang “haram”? Dikutip dari ajaran “Agama DOSA” yang bersumber dari sebuah “Kitab DOSA”, mengingat hanya seorang pendosa yang membutuhkan iming-iming korup yang tidak adil serta tidak bertanggung-jawab terhadap pihak korban, bernama “penghapusan / pengampunan dosa”:
- Umar Khattab, sahabat M terusik dengan apa yang dilihatnya. “Umar
mendekati BATU Hitam dan menciumnya serta mengatakan, ‘Tidak diragukan
lagi, aku tahu kau hanyalah sebuah batu yang tidak berfaedah maupun
tidak dapat mencelakakan siapa pun. Jika saya tidak melihat rasul Allah
mencium kau, aku tidak akan menciummu.”
- “Malaikat menemuiku dan memberiku kabar baik, bahwasanya siapa
saja yang meninggal dengan tidak mempersekutukan ... dengan sesuatu apapun,
maka dia masuk surga. Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzinah? ‘
Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzinah’.”
- “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
mengucapkan ‘tidak ada Tuhan selain ... dan bahwa ... rasul ...’, menghadap
kiblat kami, memakan sembelihan kurban kami, dan melakukan rituil bersama
dengan kami. Apabila mereka melakukan hal tersebut, niscaya kami diharamkan
menumpahkan darah ataupun merampas harta mereka.” [Note :
Siapa yang telah menzolimi siapa?]
- “Pembalasan terhadap
orang-orang yang memerangi ... dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka
bumi, ialah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan serta
kaki mereka.” [Note : Itulah sumber “standar moral” baru bernama “balas dizolimi
dengan PEMBUNUHAN”.]
- “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada...”
- “Tuhanmu mewahyukan kepada
para malaikat : ... , maka penggallah kepala mereka dan pancunglah
seluruh jari mereka.”
- “Perangilah mereka,
niscaya Tuhan akan menyiksa mereka dengan tangan-tanganmu...”
- “Perangilah orang-orang
kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka.”
- “Bunuhlah mereka di mana saja kamu bertemu mereka, ...”
- “Bunuhlah orang-orang
... itu di mana saja kamu bertemu mereka, dan tangkaplah mereka.”
Di Indonesia, sedang “demam”
Syariah, dimana-mana serba dikemas dengan nama “Syariah”, mulai dari perbankan Syariah,
asuransi Syariah, busana “agamais”, makanan serba “halal lifestyle”, mengharam-haramkan, mengkafir-kafirkan, namun
disaat bersamaan seorang tokoh dari agama bersangkutan berinisial “Jusuf Hamka”,
menyatakan bahwa perbankan Syariah lebih jahat dan lebih korup daripada bank
swasta konvensional, mengingat sang nasabah debitor dilarang melunasi hutangnya
pada salah satu perbankan Syariah disamping kewajiban pembayaran “bagi hasil
usaha” bulanan dari usaha sang debitor yang jauh lebih tinggi daripada “bunga” pada
perbankan konvensional.
Kini, banyak diantara umat
agama Syariah, yang mulai beralih serta berbondong-bondong hijrah dari
perbankan Syariah ke perbankan konvensional, mengingat cicilan bulanannya lebih
pasti dan lebih ringan tentunya, sehingga sang tokoh dari agama bersangkutan membuat
kampanye penuh kekecewaan, olok-olok, serta antipati terhadap perbankan Syariah—dari
kawan berubah menjadi lawan, sekalipun berangkat dari latar-belakang satu agama
yang sama, dan beralih pada perbankan konvensional yang di-“haram”-kan karena memakai
istilah “bunga” yang dianggap sebagai “riba”. Begitupula istilah “bagi hasil”,
maka mengapa tidak terdapat “bagi rugi” ketika pihak bank ataupun pihak debitor
bisa jadi alih-alih mencetak hasil bersih keuntungan usaha (laba), justru
mencetak rugi (kerugian usaha)? Sikap “standar ganda” serta mau menang sendiri,
mungkin itukah yang disebut dengan Syariah?
Pertanyaan berikutnya yang
cukup sensitif namun penting untuk kita ajukan ialah, dapatkah industri jasa
ataupun produk barang di pasar yang berembel-embel dan diberi kemasan “Syariah”
pada mereknya, kita percaya serta andalkan? Sama seperti sebagian besar kaum
mereka memastikan makanan yang masuk ke mulut mereka ialah “halal”, namun tidak
sedikit diantara mereka yang memiliki lontaran kata-kata keluar dari mulut mereka
telah ternyata banyak mengandung racun, virus, penipuan, janji palsu,
manipulasi, sampah, penyakit, kejahatan, fitnah, kedengkian, provokasi,
ketidak-benaran, kebohongan, mau menang sendiri, arogan, egoistik, serta kembali
pada ayat-ayat berikut sebagai basis parameternya apa yang disebut sebagai “Syariah”
yang kerap digembar-gemborkan (secara dipaksakan, dimana fondasinya semata
ialah sentimen keagamaan antara Kaumku Vs. KAFIR):
- “Malaikat menemuiku dan memberiku kabar baik, bahwasanya siapa
saja yang meninggal dengan tidak mempersekutukan ... dengan sesuatu apapun,
maka dia masuk surga. Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzinah? ‘
Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzinah’.”
- “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka
mengucapkan ‘tidak ada Tuhan selain ... dan bahwa ... rasul ...’, menghadap
kiblat kami, memakan sembelihan kurban kami, dan melakukan rituil bersama
dengan kami. Apabila mereka melakukan hal tersebut, niscaya kami diharamkan
menumpahkan darah ataupun merampas harta mereka.” [Note :
Siapa yang telah menzolimi siapa?]
Bagaimana mungkin, kita
bersedia menempatkan dana kita atau merasa aman berhubungan untuk jangka pendek
maupun jangka panjang dengan orang-orang pendosa yang aktivitasnya ialah
berkubang dosa dalam keseharian, yang tergila-gila pada iming-iming korup
semacam “penghapusan / pengampunan dosa” yang mana tidak simpatik dan tidak pro
terhadap aspirasi maupun hak keadilan pihak korban, dimana menumpahkan darah
hingga merampok pun dipandang sebagai suatu “halal lifestyle” yang dapat ditolerir dan dibenarkan semata karena
alasan “berbeda keyakinan”, dimana perbuatan-perbuatan maksiat seperti mencuri dan
berzinah demikian justru dikompromikan bahkan dipromosikan, sementara itu disaat
bersamaan kaum yang berbeda keyakinan sama sekali tidak diberikan toleransi
bahkan dirampas pula harta dan hak hidupnya?
Katakanlah sebuah perbankan
dengan label merek Syariah, apakah Anda bersedia menjadi nasabah penabung
maupun nasabah debitor dari perbankan Syariah tersebut? Bila menilik apa yang
ada di dalam dogma ajaran agama Syariah demikian, maka dapat kita duga ataupun
terka, bahwa perbankan Syariah tersebut diisi oleh para personel yang notabene adalah
para PENDOSA yang mana tangannya berlinang dosa, berkubang dosa, menimbun diri dengan
gunungan dosa, mengoleksi dosa, hingga tenggelam oleh dosa. Jika mencuri pun,
dinyatakan masuk surga, maka apalah arti sekadar menggelapkan dana tabungan Anda?
Bila mencuri dan berzinah disepelekan seolah-olah tidak terdapat bahaya
dibaliknya, bagaimana bila sekadar menipu, korupsi, menggelapkan, menganiaya,
berbohong, ingkar janji, dan segala kejahatan tercela lainnya?
Itu sama artinya menyerahkan,
mempercayakan, menempatkan, serta menitipkan dana Anda ke tangan seorang
PENDOSA yang selama ini hidup dari menyembah dosa serta mengharapkan iming-iming
“penghapusan / pengampunan dosa”, dimana ketika Anda menjerit ketika menyadari
telah tertipu sebagai korban penggelapan ataupun penipuan, dan mengajukan
komplain, maka Anda akan dinilai sebagai “tidak sopan” serta telah “menzolimi”
sang penipu, dimana klaim telah terzoliminya sang pelaku dapat menjadi alasan
pembenar (alibi) bagi sang pelaku kejahatan, untuk “membunuh” Anda sama sekali,
dimana sang pelaku menambahkan kalimat berikut : “Masih untung Anda tidak kita kami bunuh dan tidak kami rampas harta benda
milik Anda.” Bahkan, Tuhan pun mengampuni dosa-dosa sang pendosa yang telah
menggelapkan dan menipu dana Anda—semata-mata karena mereka adalah berlabel “Syariah”.
Ketika seseorang menjadi tidak
takut berbuat jahat, menyepelekan konsekuensi sebagai bahaya dibaliknya,
meremehkan perasaan korban, merasa seolah telah terjamin masuk surga (lihat praktik
“jual-beli tiket masuk menuju surga dengan menebusnya lewat sejumlah dana, seolah-olah
Tuhan butuh uang manusia di Bumi yang tidak laku di alam surgawi”), tangan yang
dikotori oleh berbagai dosa, merasa tidak perlu repot-repot menanam benih “Karma
Baik” (pemalas tulen sejati), cukup sekadar meminta dan mengemis “nikmat”
seolah dapat jatuh dari langit, dosa dan perbuatan buruk seolah-olah tidak
memiliki buah sebagai konsekuensinya, maka apakah Anda masih juga berani nekat
dan mengambil resiko berbisnis dengan orang-orang yang memandang remeh
kejujuran dan kemanusiaan (keberadaban)?
Itu sama artinya Anda menjerumuskan
nyawa Anda ke tangan “pengemudi gila” yang akan merasa bebas-bebas saja untuk
ugal-ugalan tanpa rambu maupun tanpa aturan, sementara Anda selaku penumpang hanya
bisa pasrah tanpa daya. Sang “pengemudi gila” akan menjawab, “Bila Tuhan berkehendak kita selamat, dan
tidak berkehendak kita untuk meninggal dalam kecelakaan lalu-lintas, ugal-ugalan
semacam apapun tidak akan mati ketika terperosok masuk jurang!” Mati mungkin
tidak, namun sekarat (tersiksa) seumur hidup mungkin itulah yang mungkin akan
terjadi dan menjadi nasib Anda kelak.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.