Akar Penyebab Maraknya Pecandu Judol dan Kiat SELF-HEALING dari Jebakan Judol

Mencuri dan Berzina Saja Masuk Surga (Kabar Gembira bagi Pendosa), maka Apalagi Sekadar Mencandu Judol, Jud! Online?

Tidak Ada yang Lebih Berbahaya dan Meracuni Cara Berpikir daripada Kencanduan dan Mencandu Ideologi Korup Bernama Iming-Iming PENGHAPUSAN DOSA

Question: Katanya Bangsa Indonesia merupakan bangsa “agamais”, bangsa paling superior yang merasa berhak menjadi “polisi moral” dan menghakimi bangsa lain, memiliki SQ paling tinggi di dunia, rajin beribadah, ini dan itu serba di-haram-halal-kan, namun mengapa kini bisa terjadi fenomena sosial dimana hampir sepuluh juta penduduk Indonesia menjadi pemain aktif “judol” (jud! online)? Menjadi terlihat vulgar, betapa “munafikun”-nya bangsa “agamais” bernama Indonesia ini. Lalu, bagaimana cara mengatasinya?

Sependek dan Sedangkal apakah IQ, EQ, maupun SQ Umat Muslim?

BURUK WAJAH, JANGAN CERMIN DIBELAH

Superioritas yang Dibangun Diatas Pilar Rapuh Bernama DELUSI DIRI

Question: Selama ini umat muslim bersikap seolah-olah kaum mereka paling superior, memiliki SQ setinggi langit, menjadi “polisi moral” yang berhak menghakimi pihak lainnya, merendahkan martabat maupun harkat kaum lain, meng-haram dan meng-kafir-kan golongan lain, ini itu disebut “haram” ataupun “halal”, berbicara besar perihal surga, neraka, Tuhan, dan ayat-ayat Kitab. Namun benarkah demikian, ataukah kesemua itu justru mencerminkan hal sebaliknya?

Apakah Kuliah dan Gelar Sarjana, Masih Membawa Jaminan Kemakmuran Hidup ataukah hanya Menawarkan Delusi-Ilusi yang Rapuh tentang Kesejahteraan?

Terobsesi Meraih Gelar Akademik, maka Sejatinya Anda hanya Memperkaya Pelaku Usaha Industri Pendidikan TInggi

Question: Sebenarnya saat kini, di era kontemporer dimana persaingan dan kompetisi diantara sarjana sudah begitu jenuh, sementara lapangan pekerjaan kian sempit akibat faktor kecanggihan teknologi maupun robotik dan kecerdasan buatan (AI, artificial intelligence) yang sedikit banyaknya telah menggantikan fungsi “tenaga kerja manusia”, padat modal alih-alih padat karya, apakah masih relevan belajar pengetahuan ataupun keterampilan di bangku pendidikan formal berupa sekolah maupun perguruan tinggi? Itu semua ibarat “membeli” izasah, namun telah ternyata izasah tidak menjamin kita akan menemukan hidup makmur.

Perbedaan antara Agama Buddha dan Agama Islam, Sejauh Surga dan Neraka

DEMI KESEDERHANAAN Versus DEMI KESENANGAN INDERAWI YANG TIDAK TERPUASKAN

Agama SUCI Vs. Agama DOSA

Question: Memangnya sejauh apakah, perbedaan antara agama Buddha dan agama Islam?

Brief Answer: Agama Buddha menekankan hukum tabut-tuai, alias prinsip meritokrasi (merit system) ala egalitarian. Sebaliknya, Agama Islam lebih layak menyandang julukan “Agama DOSA”—semata karena mempromosikan ideologi korup bernama “penghapusan / pengampunan dosa” (abolition of sins) alih-alih mengkampanyekan gaya hidup higienis dari dosa. Sekalipun, hanya seorang pendosa yang butuh ‘penghapusan dosa”, dimana para pendosa menjadi umat pemeluknya, dimana juga bermakna para pengikutnya hanyalah kalangan pendosawan. Babi mereka “haram”-kan, namun ironisnya disaat bersamaan “penghapusan dosa” mereka jadikan “halal lifestyle”. Mereka, para pendosawan tersebut, terlampau pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik, dan disaat bersamaan terlampau pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri.

PEMBAHASAN:

“Islam” bermakna : “patuh secara MUTLAH”. Artinya, mengkritisi lewat nurani maupun berpikir kritis memakai otak, adalah tabu dan haram hukumnya. Salah satunya dogma-dogma berikut:

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim].

- “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Ghundar telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Washil dari Al Ma’rur berkata, “Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Umar bin al-Khattab, rekan Muhammad terusik dengan apa yang dilihatnya. “Umar mendekati Batu Hitam dan menciumnya serta mengatakan, ‘Tidak diragukan lagi, aku tahu kau hanyalah sebuah batu yang tidak berfaedah maupun tidak dapat mencelakakan siapa pun. Jika saya tidak melihat Utusan Allah mencium kau, aku tidak akan menciummu.” [Sahih al-Bukhari, Volume 2, Buku 26, Nomor 680]

- “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan ‘TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH DAN BAHWA MUHAMMAD RASUL ALLAH’, menghadap kiblat kami, memakan sembelihan kami, dan melakukan shalat dengan kami. Apabila mereka melakukan hal tersebut, niscaya kami diharamkan MENUMPAHKAN DARAH dan MERAMPAS HARTA mereka.” [Hadist Tirmidzi No. 2533]

Pendosa, hendak berceramah perihal hidup suci, lurus, bersih, mulia, dan jujur? Itu ibarat orang buta hendak menuntun para butawan lainnya. Neraka pun disebut alam surgawi. Sebaliknya, dalam Buddhisme berpikir jernih memakai nurani dan intelektual, adalah syarat penting untuk dapat menjadi bijaksana. Salah satu khotbah Sang Buddha yang menjunjung tinggi olah pikiran serta sikap kritis, berupa kutipan berikut:

“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah empat ini? Orang yang mengikuti arus; orang yang melawan arus; orang yang kokoh dalam pikiran; dan orang yang telah menyeberang dan sampai di seberang, sang brahmana yang berdiri di atas daratan yang tinggi.

(1) “Dan apakah orang yang mengikuti arus? Di sini, seseorang menikmati kenikmatan indria dan melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Ini disebut orang yang mengikuti arus.

(2) “Dan apakah orang yang melawan arus? Di sini, seseorang tidak menikmati kenikmatan indria atau melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Bahkan dengan kesakitan dan kesedihan, menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni. Ini disebut orang yang melawan arus.

~0~

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini?

(1) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia memuji seorang yang layak dicela.

(2) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencela seorang yang layak dipuji.

“Para bhikkhu, dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah lima ini?

(1) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia mencela seorang yang layak dicela.

(2) Setelah menyelidiki dan setelah memeriksa, ia memuji seorang yang layak dipuji.

Dogma “demi kepuasan dan kenikmatan inderawi” disikapi dengan “pelampiasan” yang tidak kenal kata batasan sekalipun selalu menjumpai keterpuasan, dapat kita jumpai dalam kutipan berikut:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (Q.S. an-Nisa` [4]: 3).

Sebaliknya, “demi kesederhanaan” sebagaimana khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID III”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara, dengan kutipan:

IV. Penghuni Hutan

181 (1) Penghuni Hutan

“Para bhikkhu, ada lima jenis penghuni hutan ini. Apakah lima ini?

(1) Seorang yang menjadi penghuni hutan karena ketumpulan dan kebodohannya;

(2) seorang yang menjadi penghuni hutan karena ia memiliki keinginan jahat, karena ia didorong oleh keinginan;

[Kitab Komentar : Pāpiccho icchāpakato āraññiko hoti. “Ia berpikir, ‘Sewaktu aku sedang menetap di hutan, mereka akan memberikan penghormatan padaku dengan empat benda kebutuhan, dengan berpikir bahwa aku adalah seorang penghuni hutan. Mereka akan menghargai moralitasku, dengan berpikir bahwa aku puas dan terasing, dan seterusnya.’ Demikianlah ia menjadi seorang penghuni hutan berdasarkan pada keinginan jahat, karena ia dikuasai oleh keinginan.”

(3) seorang yang menjadi penghuni hutan karena ia gila dan pikirannya terganggu;

(4) seorang yang menjadi penghuni hutan, [dengan berpikir]: ‘Hal ini dipuji oleh para Buddha dan para siswa Buddha’;

(5) dan seorang yang menjadi penghuni hutan demi keinginan yang sedikit, demi kepuasan, demi melenyapkan [kekotoran-kekotoran], demi keterasingan, demi kesederhanaan. Ini adalah kelima jenis penghuni hutan itu. Seorang yang menjadi penghuni hutan demi keinginan yang sedikit, demi kepuasan, demi melenyapkan [kekotoran], demi keterasingan, demi kesederhanaan, adalah yang terunggul, terbaik, terkemuka, tertinggi, dan yang terutama di antara kelima jenis penghuni hutan ini.

Seperti halnya, para bhikkhu, dari seekor sapi dihasilkan susu, dari susu menjadi dadih, dari dadih menjadi mentega, dari mentega menjadi ghee, dan dari ghee menjadi krim-ghee, yang dikenal sebagai yang terbaik dari semua ini, demikian pula seorang yang menjadi penghuni hutan demi keinginan yang sedikit … demi kesederhanaan adalah yang terunggul, terbaik, terkemuka, tertinggi, dan yang terutama di antara kelima jenis penghuni hutan ini.”

~0~

182 (2) – 190 (10) Pemakai Jubah Potongan Kain, dan seterusnya.

“Para bhikkhu, ada lima jenis pemakai jubah potongan kain ini … lima jenis orang yang menetap di bawah pohon … [220] … lima jenis orang yang menetap di tanah pemakaman … lima jenis orang yang menetap di ruang terbuka … lima jenis orang yang menjalankan praktik selalu duduk … lima jenis orang yang menjalankan praktik menggunakan tempat tidur apa saja … lima jenis orang yang menjalankan praktik satu kali … lima jenis orang yang menjalankan praktik menolak makanan tambahan … lima jenis orang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya. Apakah lima ini?

(1) Seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya karena ketumpulan dan kebodohannya;

(2) seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya karena ia memiliki keinginan jahat, karena ia didorong oleh keinginan;

(3) seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya karena ia gila dan pikirannya terganggu;

(4) seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya, [dengan berpikir]: ‘Hal ini dipuji oleh para Buddha dan para siswa Buddha’;

(5) dan seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya demi keinginan yang sedikit, demi kepuasan, demi melenyapkan [kekotoran], demi keterasingan, demi kesederhanaan. Ini adalah kelima jenis orang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya. Seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya demi keinginan yang sedikit … demi kesederhanaan, adalah yang terunggul, terbaik, terkemuka, tertinggi, dan yang terutama di antara kelima jenis orang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya.

“Seperti halnya, para bhikkhu, dari seekor sapi dihasilkan susu, dari susu menjadi dadih, dari dadih menjadi mentega, dari mentega menjadi ghee, dan dari ghee menjadi krim-ghee, yang dikenal sebagai yang terbaik dari semua ini, demikian pula seorang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya [221] demi keinginan yang sedikit … demi kesederhanaan adalah yang terunggul, terbaik, terkemuka, tertinggi, dan yang terutama di antara kelima jenis orang yang menjalankan praktik memakan hanya apa yang ada dalam mangkuknya ini.”

Adzan Berkumandang, para Pencandu Ideologi Korup “PENGHAPUSAN DOSA” Berbondong-Bondong Datang Berkumpul

Apakah Betul Setan Membenci Suara Adzan?

Question: Kalangan muslim selalu melecehkan kaum NON yang merasa terganggu oleh suara speaker eskternal masjid yang super berisik, sebagai setan, dengan alasan “setan dan jin takut dan membenci suara adzan”. Apakah memang betul begitu adanya?

HIDAYAH seorang Pendosawan : Rajin Buat Dosa dan Rajin Ritual Penghapusan Dosa

Makna HIDAYAH Menurut AGAMA DOSA : DOWNGRADE dari Orang yang Takut Buat Dosa menjadi Tidak Takut Buat Dosa (Ada Penghapusan Dosa) dan Tetap Yakin Masuk Surga

Question: Sering kita mendengar umat agama tertentu menyebut-nyebut soal hidayah. Sebenarnya apa itu hidayah?

Jangan Nilai Seseorang dari Jubahnya, Don’t Judge the Person by the Cover

Tidak Semua Bhikkhu merupakan Ladang Menanam Jasa yang Baik

Question: Apakah semua orang yang memakai jubah bhikkhu, merupakan ladang menanam jasa baik?

KHILAF merupakan Akibat, Bukan Sebab. Sebabnya ialah Minimnya Latihan SELF-CONTROL

Akar Penyebab Kriminalisasi Bukanlah KHILAF, namun Miskin Latihan SELF-CONTROL

Apa jadinya, Anda baru mulai belajar berenang, ketika Anda terhanyut di sebuah sungai dan hampir tenggelam? Sedia payung, sebelum hujan, bukan setelah Anda kehujanan dan basah-kuyub. Jangan pernah remehkan terlebih menyepelekan kekotoran batin yang bersarang dalam diri kita, atau kita akan dipastikan kalah telak dan babar-belur akibatnya (don’t look down on our defilements), begitu orang bijak berpesan. Bersikaplah rasional, bila Anda tidak terlatih dalam disiplin diri yang ketat dalam praktik mawas diri (self-control), maka menantang dan meremehkan kekotoran batin Anda sama artinya Anda sedang mencelakai diri Anda sendiri, ibarat “kelas bulu” menantang “kelas berat”. Sebaliknya, ketika Anda telah terlatih, bolehlah Anda seperti seorang Bruce Lee, yang menantang belasan karateka untuk bertarung dengan Anda disaat yang bersamaan.

Membongkar Cara Dukun Menjual Jasa PESUGIHAN bagi Orangtua yang Hendak Menumbalkan Anak Kandung Sendiri

Agama Samawi Melestarikan Dukun-Dukun Jahat Berkembang-Biak dan Berkeliaran Mencari Mangsa

Question: Mengapa bisa sampai ada orangtua yang menumbalkan anak kandung sendiri, memangnya seperti apa dukun-dukun jahat itu meyakinkan orangtua tersebut sehingga menjadi segila itu, mengorbankan anak kandung sendiri demi kepentingan atau ego pribadi sang orangtua?

Hanya dalam Buddhisme, Kita dapat Berlatih dan Berjuang menjadi Manusia yang SEMPURNA

Umat Agama Samawi mencari Justifikasi Kekotoran Batin yang Mereka Pelihara Lewat Jargon Klise : TIDAK ADA MANUSIA YANG SEMPURNA

Kata Siapa Tidak Ada Manusia yang Sempurna? Cobalah Anda Cari Setitik Noda Cacat pada Ajaran maupun Perilaku Kehidupan Sang Buddha

Adalah agama yang pesimistik, yang mengajarkan bahwa manusia tidak perlu berlatih dan berjuang dalam disiplin diri dan kontrol-diri yang ketat, semata karena umat manusia telah “dikunci” lewat dogma “tiada manusia yang sempurna”, sekalipun agama samawi menyebutkan bahwa manusia dilahirkan seputih kertas putih tanpa noda. Itu sekaligus menjelaskan, bahwa tiada ada tokoh yang suci dalam agama samawi, tidak terkecuali rasul / nabi yang mereka junjung. Lalu, pertanyaan terbesarnya ialah, mengapa manusia kemudian tumbuh dewasa menjadi penuh noda karakter dan cela perilaku? Paradigma dogmatis agama-agama samawi berkebalikan dari Buddhisme, yang mengemukakan bahwa kelahiran adalah akibat manifestasi kekotoran batin yang tersisa dari kehidupan lampau (past life defilements), dimana hanya lewat praktik disiplin diri, barulah kekotoran batin dapat dikikis secara gradual hingga habis tanpa sisa menuju kesempurnaan—kekebasan sempurna dari kekotoran batin, sehingga memutus belenggu rantai karma (break the chain of kamma), karenanya tiada lagi kelahiran kembali.

Kemenangan dalam Buddhisme Bertolak-Belakang dengan Kemenangan dalam Islam

Semoga Orang Sanggup menjadi “PENDOSA PENJILAT PENUH DOSA”, Apa Hebatnya?

Namun, Tidak Semua Orang Mampu Berjiwa Ksatria yang Berani Bertanggung-Jawab Atas Dosa-Dosanya maupun menjadi Seorang Suci yang Higienis dari Dosa

HANYA SEORANG PENDOSA, YANG BUTUH PENGHAPUSAN DOSA

Question: Umat muslim, sehabis berpuasa selama sebulan, berupa “konsumsi makanan justru lebih meningkat daripada bulan-bulan diluar ramadhan” disamping umbar minta dihormati, pesta-pora penghapusan dosa. Puasa cukup sebulan, dosa-dosa selama setahun dihapuskan. Kabar gembira bagi pendosa, sama artinya kabar buruk bagi kalangan para korban yang telah pernah dilukai, disakiti, maupun dirugikan oleh para pendosawan tersebut. Lalu, mereka menyebutnya sebagai “bulan kemenangan penuh berkah”. Menjadi pecandu iming-iming “penghapusan dosa” (too good to be true) yang menjual jiwanya menjadi pendosa yang hanya pandai menjilat, bukankah sama artinya kekalahan besar, mengingat semua orang sanggup menjadi seorang pendosa dan penjilat, sementara itu tidak semua orang sanggup menjalani gaya hidup higienis dari dosa?

Siapa Bilang Tidak Ada Manusia yang Sempurna?

Ketika Meminta Maaf Saja Sama Sekali Belum Cukup Memadai

Bukan Soal Meminta Maaf, namun PERTANGGUNG-JAWABAN

Negeri Kita Tidak Kekurangan Agamais, namun Selalu Kekurangan Orang-Orang Berjiwa Ksatria yang Bersedia dan Berani Bertanggung-Jawab

Mengakui telah / pernah melakukan kekeliruan sehingga kemudian memohon maaf, adalah terpuji, namun apakah logikanya selalu linear sesederhana demikian? Ada yang namanya “mengaku bersalah dan meminta maaf” secara tulus, dan ada yang sifatnya hanya basa-basi diplomatis alias politis semata. Pertanyaan yang relevan untuk kita ajukan ialah, meminta maaf kepada siapa, dan meminta maaf dalam rangka apakah? Kita tidak butuh permintaan maaf dari orang lain, yang kita butuhkan ialah pertanggung-jawaban, dan itulah yang miskin dari pola watak masyarakat kita di Indonesia. Dapat Anda bayangkan, para “agamais” di republik ini ketika berbuat jahat yang membuat kita menderita sakit, luka, ataupun kerugian materiil ataupun psikis, justru memohon ampun kepada Tuhan—alih-alih meminta maaf kepada kalangan korban yang sudah mereka rugikan, lukai, maupun sakiti.

Agama yang PALING INKONSISTEN di Jagat Raya : Ini Itu Disebut Dosa / Haram, namun Ideologi Korup bernama Penghapusan Dosa (justru) Di-halal-kan

Sekalipun, hanya seorang Pendosa yang Butuh Penghapusan Dosa

Setiap Harinya Menikmati Dosa / Maksiat, dan Setiap Harinya pula Mencandu Iming-Iming Penghapusan Dosa

Terhadap dosa dan maksiat, begitu kompromistik. Namun terhadap kaum yang berbeda keyakinan, begitu intoleran. Terhadap dosa dan maksiat, diharamkan. Namun terhadap ideologi korup bernama “penghapusan / pengampunan dosa” maupun “penebusan dosa” (abolition of sins), justru dihalalkan. Sekalipun, nyata-nyata dan jelas-jelas bahwa hanya kalangan pendosawan yang butuh serta mencandu ideologi kotor dan busuk-tercela bernama “penghapusan dosa” atau apapun itu istilahnya.

Puisi tentang Bangsa Pemimpi yang Berdelusi

HERY SHIETRA Puisi tentang Bangsa Pemimpi yang Berdelusi

Sekalipun tidak bertanggung-jawab terhadap korban-korban yang telah pernah ia sakiti, lukai, maupun rugikan,

Tetap saja si tukang mimpi tersebut berdelusi akan masuk surga.

Sekalipun sudah banyak menipu,

Tetap saja si pemimpi ini yakin akan masuk alam surgawi setelah kematiannya.

Tips Sukses dalam Meditasi oleh SANG BUDDHA

Meditasi (Meditate), adalah KATA KERJA, bukan KATA SIFAT

Bermeditasi secara CERDAS, alih-alih Bermeditasi secara KERAS

Ber-meditasi, adalah “verba” (verb) alias kata kerja. Karena itulah, meditasi bukanlah kegiatan yang mudah, perlu dilatih agar “practice makes perfect”. Kesabaran, kegigihan, dan daya tahan serta komitmen, menjadi syarat mutlak disamping metoda yang tepat dan objek meditasi yang cocok dengan karakteristik dasariah kita. Bagi mereka yang meremehkan meditasi, dapat dipastikan akan babak-belur ketika mencoba bermeditasi. Sementara bagi yang sudah pernah atau sedang berlatih meditasi, dan menemukan dirinya tidak ada kemajuan sekalipun telah bertahun-tahun bermeditasi dan selama puluhan tahun keluar-masuk pusat ret-ret meditasi, dapat dipastikan belum pernah mendengar atau mengetahui kiat-kiat sukses bermeditasi berikut yang disampaikan langsung oleh Sang Buddha, guru bagi para dewa dan para manusia.

Sebuah Puisi Mengenai Bangsa Penjilat

HERY SHIETRA, Sebuah Puisi Mengenai Bangsa Penjilat

Sekalipun dunia ini tidak sempurna dan penuh cacat,

Tetap saja Tuhan dipuja-puji setinggi langit.

Sekalipun Planet Bumi penuh bopeng dan bencana alam,

Tetap saja Tuhan dipuja-puji setinggi langit.

Sekalipun alam semesta tidak sempurna dimana lebih banyak planet yang mati,

Tetap saja Tuhan dipuja-puji setinggi langit.

Berbuat Baik secara Cerdas, Bukan secara Bodoh dan Buta

Mara Berjubah Merah, Waspadalah, Don’t Judge the Person by the “Jubah”

Lihat BIBIT, BEBET, dan BOBOT=nya

Question: Apakah semua pemberian yang bagus kepada orang lain, pasti akan berbuah manis?

Apakah Mungkin Ada Orang Suci ataupun Umatnya yang Suci di Agama Samawi?

Dosa dan Maksiat, merupakan AURAT TERTINGGI. Dogma atau Iming-Iming Penghapusan Dosa, merupakan AURAT PALING TERTINGGI. Alih-Alih Ditabukan, namun Justru Dipromosikan, Dikampanyekan dengan Pengeras Suara, Diumbar, dan Dipertontonkan secara Vulgar oleh Umat Pemeluk AGAMA DOSA

Agama DOSA, Umatnya ialah Kalangan Pendosa dimana Para Pendosa menjadi Umat Pemeluknya

Question: Apakah ada orang suci di agama-agama samawi?

Tes SQ : Puluhan Nabi yang Diturunkan Tuhan ke Bumi, Gagal Membuat Punah Satupun Maksiat Paling Primitif, Mengapa?

Dogma yang Mengkampanyekan dan Mengkompromikan Penghapusan / Pengampunan / Penabusan DOSA justru Melestarikan Dosa dan Maksiat, Alih-Alih Melenyapkannya dari Muka Bumi

Hanya seorang PENDOSA, yang Butuh PENGHAPUSAN DOSA (Abolition of Sins)

Dosa dan Maksiat begitu Membuat Kecanduan para Pemeluk Ideologi Penghapusan Dosa (Pecandu Dosa & Maksiat = Pecandu Penghapusan Dosa)

Ketika Tuhan Butuh Melestarikan Dosa dan Maksiat agar Agama Samawi Banyak Peminat, Pemeluk, dan Pecandunya

Question: Konon, menurut agama kristiani, sudah banyak, setidaknya enam nabi yang pernah diutus Tuhan ke dunia manusia. Bahkan, menurut agama islam, sudah dua puluh empat nabi yang dikirimkan Tuhan ke dunia. Namun mengapa dosa dan maksiat yang paling primitif sekalipun, macam mencuri dan berzina ataupun berjudi, masih ada sampai sekarang dan sama sekali tidak ada tanda-tanda kepunahan maksiat-maksiat tersebut, justru kian menjadi-jadi tidak terbendung?

AGAMAIS “Agama DOSA”, Semakin Agamais maka Semakin Menjelma Malapetaka Bagi Dunia

Indonesia adalah Negara Agamais, namun Penjaranya Selalu PENUH, Overcapacity

Question: Indonesia adalah negara agamais, namun mengapa penjaranya selalu penuh sesak oleh kriminil? Apakah negara kita di Indonesia tercinta ini, kekurangan agamais? Negeri kita tidak pernah kekurangan agamais maupun para kriminil. Sebulan berpuasa, konsumsi meningkat drastis saat bulan ramadhan, ajang narsis minta dihormati, kerja malas-malasan dengan alasan berpuasa, menuntut diberikan tunjangan hari raya, lalu mengharap dosa-dosa selama satu tahun dihapuskan. Kalau begitu, untuk apa kita menghormati orang-orang yang berpuasa di bulan ramadhan? Kabar gembira bagi pendosa, sama artinya kabar buruk bagi kalangan korban-korban para pendosa teserbut. Bukankah hanya seorang pendosa, yang butuh penghapusan dosa?

Contoh Nyata Manusia Bisa Gemar Menyakiti dan Mencelakai Dirinya Sendiri

Bila Memang Ada yang Disebut “AKU”, Maka Bukanlah Karakter “AKU” untuk Menyakiti dan Mencelakai Diri-“NYA” Sendiri

Pada awal tahun 2024, pemerintah menerapkan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan. Ketika masyarakat berperilaku irasional yang cenderung menyakiti dan merusak dirinya sendiri akibat gempuran produk-produk tidak sehat maupun iklan dan budaya yang kurang sehat, maka negara harus hadir. Pada tahun 2023, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan survei terhadap kebiasaan konsumen Minuman Berpemanis Dalam Kemasan, dimana pihak Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menerangkan bahwa survei dilatar-belakangi oleh fenomena konsumsi minuman dalam kemasan yang kian mengkhawatirkan.

Pandangan yang Lebih Objektif Konflik Abadi (yang Dipelihara) HAMAS-PALESTINA Vs. ISRAEL

Isu Konflik Berdarah yang Dipelihara, sebagai Justifikasi untuk Mengobarkan Ideologi Kebencian dan Propaganda Penuh Semangat Permusuhan

Dikeruhkan oleh Sentimen Keagamaan, Manusia menjadi Budak dari Ideologi Bernama Agama

Pernahkah Anda merasa atau setidaknya mengamati, bahwa bangsa kita, Bangsa Indonesia, merupakan bangsa yang tergolong munafik? Justru karena penulis lahir dan tumbuh besar hampir separuh abad lamanya di Indonesia, penulis memahami serta bersentuhan langsung dalam keseharian dengan tabiat, karakter, maupun kebiasaan masyarakat Indonesia, sehingga otokritik ini disusun secara “as it is”. Masyarakat kita di Indonesia, “mendadak humanis” ketika dihadapkan pada isu konflik bersenjata antara Hamas (Palestina) Vs. Israel, dimana dari berbagai pemberitaan yang selama bertahun-tahun ini dapat kita cermati, konflik berdarah selalu terlebih dahulu dipicu oleh provokasi pihak Hamas yang melontarkan roket ke pemukiman warga Israel. Apapun atau siapapun yang menyulut dan menabuh genderang peperangan, selalu saja Israel yang dikritik dan dicela.

Mengapa Sang Buddha Begitu Hebat dan Patut Dikagumi? Ini Penjelasannya

Banyak atau Sedikitnya Umat Pengikut, Sang Buddha tetap Hidup Bersahaja dan Tetaplah Keren

Betapa hebatnya Sang Buddha, melepas kehidupan duniawi yang makmur dan mewah dari seorang pangeran bernama Siddhatta Gotama, yang bisa saja menerima warisan berupa tahta dan singgasana kekuasaan, akan tetapi setelah melihat fenomena sosial berupa “menjadi tua, sakit, dan meninggal dunia”, lantas memberanikan diri memilih untuk mengenakan jubah dan hidup sebagai seorang petapa pengembara yang hanya memiliki harta berupa jubah dari kain bekas serta bowl untuk ber-pindapata, bahkan berjalan tanpa alas kaki dan tidur di alas yang sederhana, dimana Sang Buddha hanya makan satu kali dalam sehari—bahkan saat masih sebagai petapa muda, hampir tewas akibat praktik latihan tapa ekstrem sehingga wujud petapa Gotama nyaris menyerupai kerangka tulang-belulang (kurus-kering) dalam rangka menyiksa diri dengan harapan mencapai kebebasan dan pencerahan. Narapidana yang menghuni di penjara, bila sampai tersiksa seperti itu, mungkin akan lebih memilih untuk dihukum mati seketika daripada tersiksa hingga hampir berwujud tulang-belulang.

Pamer Mukjizat untuk Menjaring Umat, itu namanya JUALAN AGAMA alias MENJUAL AGAMA

Agama Kristen Menjual Agamanya lewat Sulap Trik Mukjizat Murahan, KAMPUNGAN

Mengapa Tidak Sekalian Pemuka Agama Kristen Bermain Akrobatik dan Topeng Monyet, agar Lebih Atraktif Menjaring Peminat?

Bukankah kampungan namanya, bilamana suatu pemuka agama pamer “mukjizat” (penuh rekayasa dan tipu-muslihat) menyerupai sulap, dimana para badut-badut berpura-pura sakit, lalu simsalabin menjadi sembuh semudah dan seinstan klaim beriman kepada Tuhan? Faktanya, di negara-negara Barat dimana agama Kristen tumbuh dan berkembang, banyak dapat kita jumpai rumah-sakit dimana para pasien penghuninya ialah orang-orang Kristiani? Bisakah orang-orang Kristen tersebut menyembuhkan penyakit berupa usia menjadi tua, penyakit khas usia umur tua seperti osteoporosis (tulang keropos), gigi tanggal, patah tulang, demensia (pikun hingga alzheimer), maupun penyakit berupa kematian?

AGAMA LIP SERVICE, Agama bagi para PEMALAS dimana Para PEMALAS menjadi Umat Pemeluknya

STANDAR GANDA Umat Kristiani

Orang Kristen “Besar Mulut” dan “Banyak Bicara”, namun NIHIL Tanggung-Jawab ketika Mereka telah Merugikan, Melukai, ataupun Menyakiti Orang Lain

Umat Kristen yang Berhutang Tanpa Bayar (Dosa), namun Kreditor Disuruh Menagih ke Yesus yang Kini Melarikan Diri—Tidak Jelas Ada Dimana Batang Hidungnya karena Disuruh Menebus Hutang-Hutang para Kristen

Ketika seorang pria melamar seorang gadis, ekspresi cinta dan rasa suka disimbolikkan lewat sekuntum ataupun seikat bunga. Mengungkapkan apresiasi dan kebanggaan, diberikanlah medali atau piala. Cincin perkawinan saling diberikan antar mempelai / pasangan sebagai tanda ikatan pernikahan. Menghormati jasa-jasa para pahlawan, kita memberi hormat kepada bendera negara. Untuk memberi apresiasi setinggi-tingginya kepada sang Guru Agung yang menjadi guru para manusia dan para dewa, Buddha Gotama, kita membangun Buddha rupang. Untuk mengekspresikan rasa kasih sayang, kita memberikan dan diberikan coklat yang manis dan indah. Untuk membantu kesembuhan fisik mereka yang kita kasihi, kita memberikan obat tablet ataupun herbal, bukan sekadar ucapan “cepat sembuh”. Seorang majikan, sebagai rasa apresiasinya, tidak sekadar “lip service” berupa ucapan “terimakasih” kepada pegawai maupun pekerja yang telah bekerja padanya—apa susahnya sekadar “lip service”?—namun memberikan mereka upah maupun kompensasi berupa uang secara patut dan layak.

Ibadah Versi Agama Samawi Vs. Agama Buddha, Pilih Ritual ataukah AKSI NYATA?

Ritual SEMBAH SUJUD Ribuan Kali Setiap Hari Sekalipun, KEBODOHAN DIBALIK JIRIH-PAYAH YANG SIA-SIA

Agama Bagi Para Pemalas, SIA-SIA Belaka

Question: Terdapat agama-agama samawi, yang mana keyakinan dogmatisnya mengajarkan kepada para umat pemeluknya bahwa yang disebut beribadah ialah ritual sembah-sujud, dimana semakin banyak dan semakin rajin sang umat melakukan praktik ritual sembah-sujud, maka semakin mereka mendekati akhir dari derita, yang entah mereka sebut dan yakini sebagai surga ataukah akhir dari penderitaan yang final, alias abadi berbahagia di surga sebagai buahnya. Apakah hal demikian logis, atau tidak? Bukankah ketika kita menyeleksi calon pegawai pun, kita justru kian mewaspadai orang-orang (calon pelamar) yang sudah jelas-jelas tidak baik dan tidak jujur, namun pandai dalam berbicara yang manis (bermulut manis), alih-alih memilih mereka sebagai bagian dari perusahaan kita?

Kondisi Pendosa Penghuni ALAM NERAKA, menurut Buddhisme

Makin Banyak Dosa Bertumpuk, Semakin Lama Tersiksa di Alam Neraka

Penghuni Surga dan Neraka, Tidaklah Kekal Abadi di Alam Surga maupun Neraka, Sepanjang Karma Baik ataupun Buruk Mereka Masih Tersisa

Tidak Ada yang dapat Benar-Benar Kita Curangi dalam Hidup Ini. Menyadari Bahaya Dibalik Perbuatan Jahat, agar Kita Tidak Egois terhadap Masa Depan Diri Kita Sendiri

Question: Seperti apa, alam neraka menurut Agama Buddha, apakah sama dengan ajaran agama-agama lainnya?

MISI MISIONARIS & PENYELAMATAN dalam Buddhisme

Penyelamatan Temporer Vs. Penyelamatan Abadi, Pilih yang Mana?

Zaman yang Lebih Jahiliah daripada Jahiliah bagi Para Pendosa yang Jahil

Penghuni Surga Tidaklah Kekal, Bukan Tujuan Tertinggi Pencapaian Kultivasi Tingkat Kesucian dalam Buddhistik

Question: Dalam agama-agama samawi, mereka mempromosikan konsep-konsep tentang keselamatan, seperti menjual istilah “juru selamat” namun disaat bersamaan si “juru selamat” secara penuh dengki melemparkan umat lain agama ke dalam api neraka, meski anehnya mengobral murah alam surgawi, dimana para pendosa penuh-sesak menyesaki surga lewat iming-iming ideologi korup bernama “penghapusan / pengampunan dosa” maupun “penebusan dosa”, dimana para pendosa berlomba-lomba dan berbondong-bondong mengoleksi dosa, menikmati dosa, memproduksi dosa, berkubang dalam dosa, menimbun diri dengan dosa, sehingga dari semula tiada pendosa yang yakin akan masuk surga setelah ajal menjemputnya, kini para kalangan pendosa merasa “merugi” bila tidak berbuat dosa plus tidak menikmati “abolition of sins” ini, sehingga bukanlah itu lebih jahiliah daripada zaman jahiliah?

Perintah Menumpahkan Darah dan Menyembelih Leher Anak Kandung Sendiri, apakah Perintah Tuhan ataukah Bisikan Setan?

Takwa dan Patuh, ataukah Buta, Membutakan, Buta Diri, dan Dibutakan?

Hanya Mereka yang Bermental Haus Darah, yang Bangga dan Senang Menyembelih dan Menumpahkan Darah, bahkan terhadap Anak Kandung Sendiri

Question: Ada agama samawi yang bahkan merayakan dan mengkampanyekan serta mempromosikan kegilaan menyembelih dan merampas hidup anak sendiri, sampai-sampai menjadi justifikasi praktik jahat “black magic” atau ilmu hitam seperti pesug!han dengan menumbalkan atau mengorbankan hidup anak kandungnya sendiri. Sebenarnya itu memang bisikan Tuhan, yang memberi perintah untuk menyembelih anak kandung sendiri, ataukah bisikan setan? Semua dukun jahat, mengaku kemampuan ilmu saktinya untuk memanipulasi dan merugikan hingga mencelakai hidup orang lain, adalah dari Tuhan, namun ternyata bersekutu dengan setan jahat.

Belajar dan Memahami Hukum Karma Bukanlah untuk Menghakimi Nasib Buruk Orang Lain ataupun Menyombongkan Nasib Baik Diri Sendiri

Ketika Karma Baik (Kebetulan) sedang Berbuah, Tidak Tergoda untujk Bersombong Diri ataupun Menyalah-Gunakannya. Ketika Karma Buruk sedang Berbuah, Tidak Terjebak dalam Rasa Rendah Diri dan Tidak Berputus Asa

Belajar Hukum Karma adalah untuk Introspeksi Diri, Bukan untuk menjadi Hakim bagi Individu Lainnya

Yang Menghakimi Orang Lain, Kelak akan Dihakimi sebagai Buahnya

Dalam sutta tentang “perenungan untuk kerap kali kita lakukan”, Sang Buddha membabarkan tentang salah satu petikan perihal Hukum Karma, yakni kita semua, tanpa terkecuali, baik makhluk di alam neraka, alam setan, alam hewan, alam manusia, alam dewa, alam brahma, terlahir dari perbuatan sendiri, berkerabat dengan perbuatan sendiri, mewarisi perbuatan sendiri,  serta berhubungan dengan perbuatan mereka sendiri masing-masing. Yang menyakiti, akan memetik buah disakiti di masa depan maupun kehidupan yang akan datang, pun sebaliknya yang menolong maka akan ditolong dan tertolong. Sutta ini dikenal seluruh umat Buddhist dalam tradisi Buddhistik Theravada di dunia, dengan istilah dalam Bahasa Pali yang lebih dikenal sebagai “kamma yoni kamma bandhu”—selengkapnya “kamma·dāyādo. I am a heir to my kamma, ; kamma·yoni. I am born [in this life] from my kamma, ; kamma·bandhu. I am the kinsman of my kamma”.

Benarkah Ajaran Buddha Terlampau Idealis sehingga Tidak Bisa Dijalankan Umat Manusia?

Yang Ekstrem bagi Kita Belum Tentu Ekstem di Mata Orang Lain

Question: Ada orang-orang yang mengatakan bahwa Buddhisme sebagaimana diajarkan oleh Sang Buddha, bahkan oleh sebagian umat Buddhist sendiri, adalah terlampau idealis sehingga tidak dapat dijalankan oleh umat manusia maupun para siswa-siswi-Nya. Benarkah demikian ataukah itu hanya alasan untuk pembenaran diri atas perbuatan-perbuatan buruknya yang gagal mengendalikan diri akibat tidak membiasakan diri berlatih agar terlatih pengendalian diri dalam keseharian?

Agamais namun Suka Main Kekerasan Fisik dalam Menyelesaikan Setiap Masalah

Budaya Kekerasan Fisik dalam Menyelesaikan Setiap Masalah, merupakan Cerminan Mentalitas “Premanis”, alih-alih “Tuhanis” maupun “Humanis”

Jangan Bersikap seolah-olah Tidak Ada Cara yang Lebih Kreatif dalam Menyelesaikan setiap Masalah selain “Main Kekerasan Fisik”

Question: Mengapa juga ya, orang Indonesia identik dengan masyarakat yang “agamais”, dimana Indonesia tidak pernah kekurangan orang-orang yang “agamais” dalam artian mengaku ber-Tuhan serta rajin beribadah bahkan juga menjadi pemuka agama, namun wajah bangsa kita dikeseharian kerap kali menampilkan corak “suka main kekerasan fisik” juga tidak takut berbuat dosa seperti merugikan, melukai, ataupun menyakiti individu lainnya? “Agamais” maka semestinya “humanis”, mengapa ini justru budayanya mirip seperti “hewanis”?

SELF-CONTROL, Itulah Sumber SURGA DUNIA

Contoh dan Makna NERAKA DUNIA

Manusia yang Seakan Terbakar Api Neraka (NAFSU TIDAK TERKONTROL, Ibarat Api yang Disiram Bensin)

Terhadap Dosa dan Maksiat, demikian Kompromistik. Namun mengapa terhadap Pluralisme dan Kemajemukan Umat Beragama, demikian Intoleran?

Question: Maksudnya apa, ada yang bilang “mirip neraka dunia”?

Don't Clap One Hand. Jangan Bertepuk Sebelah Tangan

HERY SHIETRA, Don't Clap One Hand. Jangan Bertepuk Sebelah Tangan

When others treat us unfairly,

Then we also need to treat them unfairly.

It’s not because we want to be bad like them, those bad people,

But we become mirrors that simply reflect what other people have done to us.