Tidak Ada Orang Baik dalam Agama Islam, Muslim yang Baik Hati adalah OKNUM
Yang Ada dalam Islam Hanyalah PENDOSA PECANDU
PENGHAPUSAN DOSA (KORUPTOR DOSA)
Question: Bukankah masih ada juga, satu atau dua orang muslim yang baik orangnya?
Tidak Ada Orang Baik dalam Agama Islam, Muslim yang Baik Hati adalah OKNUM
Yang Ada dalam Islam Hanyalah PENDOSA PECANDU
PENGHAPUSAN DOSA (KORUPTOR DOSA)
Question: Bukankah masih ada juga, satu atau dua orang muslim yang baik orangnya?
Orang Dungu Cenderung Memakan dan Termakan Dogma-Dogma AGAMA DOSA
Question: Abraham atau Ibrahim, mau menyembelih leher anak kandungnya sendiri, Ishaq atau Ismail, demi ego pribadi sang ayah yang ingin bersetubuh dengan puluhan bidadari berdada montok di kerajaan Allah. Bukankah itu mirip orang buta, banyak para “agamais” di dunia ini yang justru memuji sang ayah yang lebih mirip psikopat-egoistik tersebut, bahkan merayakannya, menyanjungnya, menjadikannya “nabi”, memujinya, bahkan menirunya lewat praktik jahat bernama “pesugihan menumbalkan anak kandung sendiri”, alih-alih mencelanya, menghindarinya, mengutuknya, mencemoohnya, ataupun menjauhinya. Bisikan setan disebut bisikan Tuhan. Bahkan di Indonesia ada dikenal istilah “Juleha”, singkatan dari “Juru Sembelih HALAL”. Berlomba-lomba para “agamais” tersebut dituntun oleh dogma-dogma yang dengan akal sehat dan pikiran jernih saja kita bisa sadar dan tahu bahwa itu adalah ajaran yang “toxic”.
Allah Saja Lebih PRO terhadap PENJAHAT (PENDOSA) dengan Menghapus Dosa-Dosa para Bajingan-Biadab tersebut, Alih-Alih Bersikap Adil kepada Korban
Question: Mengapa hakim pada pengadilan di Indonesia, mudah sekali disuap sehingga hukum, keadilan, maupun putusan pengadilan diperjual-belikan dengan memenangkan ataupun membebaskan pihak yang jelas-jelas bersalah? Bukankah itu namanya merampas hak-hak maupun keadilan bagi pihak korban?
Lebih Hina daripada Pengemis, Pengemis Saja Mencari Makan Tanpa Merampas Nasi dari Piring Milik Orang Lain
Lebih Hina daripada Wanita Tunasusila, Wanita Tuna Susila
Saja Mencari Makan Tanpa Merampas Nasi dari Piring Milik Profesi Orang Lain
Question: Tidak sedikit orang-orang yang sudah punya banyak rumah, banyak tabungan, banyak kendaraan, banyak harta, namun masih juga bersikap seperti pengemis, meminta-minta dari orang yang sejatinya lebih kurang secara ekonomi daripada diri mereka. Bahkan, ada juga orang-orang yang sekalipun tergolong milioner, namun masih juga tanpa malu merampas hak-hak ekonomi orang lain yang sedang mencari nafkah, sehingga terkesan seolah hanya dirinya seorang saja yang berhak mencari nafkah tanpa mau menghargai hak orang lain untuk juga mencari nafkah. Mengapa bisa ada orang yang begitu tidak punya malu dan “sudah putus urat malunya” seperti itu?
Bahaya Dibalik Gaya Hidup Berbiaya Tinggi
Didik Anggota Keluarga Anda Hidup Rendah Hati dan
Sederhana, Paling Tidak Dimulai dari Diri Anda Sendiri sebagai Teladan bagi Putera-Puteri
Anda
Question: Kita tidak pernah tahu, apakah besok kita diputus hubungan kerjanya (PHK) oleh perusahaan, atau usaha kita bangkrut, terkena musibah sehingga kehilangan harta, atau bahkan kesehatan sehingga tidak lagi mampu bekerja secara optimal, dan sebagainya. Apakah tidak bahaya, ketika ada keluarga atau orangtua yang mendidik anak-anaknya hidup dengan gaya hidup berbiaya tinggi, dimana anak-anaknya tidak menjadi terbiasa dengan cara hidup sederhana? Tidak ada yang lebih mengerikan daripada mendidik putera-puteri kita gaya hidup berbiaya tinggi dengan senantiasa menuruti segala keinginan mereka untuk dibelikan ini dan itu, meskipun kita sanggup untuk membelikan mereka kesemua yang mereka inginkan.
Hanya AGAMA DOSA, yang Mempromosikan PENGHAPUSAN DOSA bagi Pendosa
Bung, Hanya Seorang PENDOSA yang Butuh PENGHAPUSAN
DOSA!
Segalanya HALAL dalam Islam, DOSA di-Bundling /
Komplomenter dengan PENGHAPUSAN DOSA, Sempurna (PERFECT CRIME)!
Question: Mengapa saya selalu merasa, kaum muslim selama ini merupakan para “munafik teriak munafik”? Setiap harinya mereka berdoa memohon agar dosa-dosa mereka diampuni atau dihapus, dan itu mereka ucapkan bahkan di speaker eksternal tempat ibadah mereka dan dipertontonkan lewat sinetron religi, tanpa rasa malu terlebih di-tabu-kan. Setiap hari raya idul fitri mereka pesta-pora “dosa-dosa setahun dihapuskan” sekalipun konsumsi mereka meningkat drastis selama bulan ramadhan, dan meninggal dunia pun sanak keluarganya lewat toa pengeras suara mengumandangkan doa-doa permohonan “penghapusan dosa” bagi sang almarhum pendosa. Tampaknya, Tuhan mereka lebih PRO terhadap pendosa daripada bersikap adil terhadap kalangan korban. Itu “agama suci” ataukah “agama dosa”, kok begitu banget yang menjadi idaman, harapan, atau dambaan para “agamais” tersebut?
Pendosa Jelas Berminat pada Ajaran Korup Bernama PENGHAPUSAN DOSA
KORUPTOR DOSA Manakah, yang Tidak Tergiur dan Memakan
serta Termakan Ideologi KORUP Bernama PENGHAPUSAN DOSA?
Question: Agama yang mengajarkan “pengahapusan dosa” (pengampunan maupun penebusan dosa, abolition of sins), adalah “agama dosa” bagi pendosa. Namun mengapa saat kini yang justru berkembang dan banyak umat pengikutnya, justru adalah “agama-agama dosa” tersebut yang mengkampanyekan ideologi korup bagi para “koruptor dosa” alih-alih mempromosikan gaya hidup higienis dari dosa?
Delusi para Muslim, SQ Jongkok dan IQ Tiarap namun Menuntut Dijadikan Polisi Moral dan “Standar Moral”?
PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA Mustahil Mencapai
Kesucian, Mereka justru Kian Tenggelam dalam Jurang Nista dan Kubangan Dosa
Question: Apa dasar atau sebabnya, kaum muslim selalu bersikap seolah-olah mereka-lah satu-satunya kaum paling superior yang memonopoli kapling di alam surgawi, yang juga berhak menghakimi kaum lain serta menjadi “polisi moral”? Banyak muslim yang melecehkan dan memandang rendah fungsi IQ, lalu mengklaim bahwa yang terpenting di dunia ini ialah SQ semata alias “iman”.
Yang Hidup dari Pedang, akan Mati karena Pedang.
Muslim yang Hidup dari PENGHAPUSAN DOSA, akan Mati oleh Muslim Lain yang Hidup dari
PENGHAPUSAN DOSA
Umat Muslim Itu Sendiri yang Paling MERUGI Masuk dan Memeluk Agama Islam
Question: Mengapa umat muslim, menyebut kaum NON sebagai kaum paling “merugi”, maksudnya apa?
Apalagi Tuhan, Anda Saja Tidak Akan Memberikan Kepercayaan kepada Manusia PECANDU PENGHAPUSAN DOSA
Question: Apakah mungkin terjadi ataukah sebaliknya, manusia-manusia yang selama hidupnya tidak jarang menyakiti, melukai, maupun merugikan orang-orang lainnya, bisa masuk surga dan bersatu dengan Tuhan yang katanya “maha murni”, hanya karena dihapus dosa-dosanya berkat menyembah Tuhan? Bukankah itu menyerupai dipersatukannya noda atau kotoran ke dalam sesuatu yang steril sifatnya, alias hanya mencemari?
Hanya orang dungu, yang memakan dan termakan ajaran islam. Banyak kalangan muslim, yang akibat dungu, bahkan masih juga berdelusi bahwa islam adalah “Agama SUCI”. Faktanya, cukup dengan “pikiran jernih” dan “akal sehat milik orang sehat”, kita akan tahu bahwa islam adalah “Agama DOSA”.
DEWA TIDAKLAH KEKAL, Dewa Tetap akan Meninggal dan Berpotensi Jatuh Lahir Kembali ke Alam NERAKA
Question: Tujuan akhir dari umat agama samawi seperti islam dan nasrani, ialah surga. Bagaimana dengan tujuan akhir dari agama Buddha?
Yesus Lahir di Kandang Ternak, Mati di Kayu Salib Bersama Kedua Penjahat dengan Hanya Memakai Secarik Celana Dalam, Namun Hendak Menolong Umat Manusia?
Yesus Sungguh Malang dan Patut Dikasihani, Hendak
menjadi “Pahlawan Kesiangan” namun Bahkan Gagal Menolong Dirinya Sendiri
Question: Yesus lahir di kandang tempat tinggal hewan ternak. Bagaimana dengan Buddha, apakah setragis nasib Yesus?
Mari kita bermain “permainan logika” berikut, yang telah kami rancang khusus untuk menguji tingkat SQ sekaligus IQ Anda, agar Anda bisa mengetahui kaitan erat antara IQ dan tingkat SQ seseorang.
Ada
agama yang bernama Agama Malsi, ajarannya seperti ini:
- “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan ‘TIDAK ADA TUHAN SELAIN HALLA DAN BAHWA DAMMAHUM RASUL HALLA, menghadap kiblat kami, memakan sembelihan kami, dan melakukan talahs dengan kami. Apabila mereka melakukan hal tersebut, niscaya kami diharamkan MENUMPAHKAN DARAH dan MERAMPAS HARTA mereka.”
Minum alkohol, dibilang haram.
Tapi,
mabuk serta kecanduan PENGHAPUSAN DOSA, dibilang halal.
Itu
“Agama SUCI” ataukah “Agama DOSA”?
Jujur, saya heran, dimana letak “SUCI”-nya dari Kitab yang justru mempromosikan PENGHAPUSAN DOSA bagi PENDOSA berikut—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:
Ada seorang muslim yang selalu berteriak-teriak “HUKUM MATI KORUPTOR! POTONG TANGAN PENCURI!”
Si
dungu itu tidak sadar, bahwa dirinya sendiri adalah KORUPTOR itu sendiri yang
setiap harinya MABUK dan MENCANDU ideologi KORUP bernama iming-iming
“PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA”.
Bung, hanya seorang PENDOSA yang butuh “PENGHAPUSAN DOSA” ataupun istilah korup sejenis lainnya (abolition of sins).
Konon, menurut agama-agama samawi, puluhan nabi telah pernah diutus oleh Allah, namun telah ternyata GAGAL TOTAL menghapus satupun maksiat paling primitif yang dikenal dalam sejarah umat manusia.
Mulai
dari berjudi, berkata kasar, memfitnah, berbohong, menipu, memerkosa,
menganiaya, membunuh, selingkuh, berzina, mencuri, merampok, mabuk, dan lain
sebagainya—kejahatan-kejahatan mana sudah sejak ada sejak peradaban manusia
dimulai.
Pernahkah Anda bertanya : Apa penyebabnya?
Sungguh picik serta naif—bila tidak dapat disebut sebagai negarawan yang “kerdil” perspektif berpikirnya—ketika masyarakat dipaksa untuk mencantumkan suatu agama tertentu dalam kolom “AGAMA” sebuah KTP (Kartu Tanda Penduduk) seorang warga.
Mungkin penyusun kebijakan maupun hakim Mahkamah Konstitusi berdelusi, bahwa agama yang mereka peluk adalah agama paling superior, karenanya nama agamanya perlu dicantumkan dalam KTP.
Apa jadinya, seekor “CACING” berdelusi bahwa dirinya adalah “NAGA YANG PERKASA”? Itulah, kaum yang merasa dirinya sebagai paling “superior”, namun “DELUSIF”.
Umat
agama samawi alias para PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA, sejatinya merupakan kasta
paling rendah, hina, busuk, buruk, dangkal, kotor, dan tercela—namun berdelusi
sebagai kaum paling superior.
Menurut Anda, apa jadinya bila kaum dari kasta budak, meledek kaum dari kasta bangsawan sebagai “miskin”? Yang “konyol” disini, siapakah?
Dimana letak “maha kuasa”-nya, bila Tuhan butuh perantara “lidah” bernama nabi, yang dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai “the messenger”?
Disini,
kita akan memandangnya dari dua sisi. Pertama, untuk berkomunikasi dengan umat
manusia, Tuhan butuh Nabi—alias sang nabi memonopoli lidah Tuhan.
Kedua, untuk berkomunikasi dengan Tuhan, umat agama samawi butuh seorang Nabi. Sehingga, doa-doa para umat agama samawi selama ini, tidak ada satupun yang tersampaikan kepada Tuhan.
Ada
umat kristen yang membuat komentar dalam channel youtube kami:
ini
channel sakit hati atau apa ya??...kenapa terkesan menyerang keyakinan umat
Kristen ,bukan umat Hindu, budha, konghuchu??..atau Islam??..ada apa dengan
anda pemilik channel??
Oke
sekarang saya cuma mau tanya begini?..
1.Apakah
anda penganut Buddhist?
2.
Apakah dalam budhist ada ajaran bahwa manusia terlahir sudah berdosa?...
3.
Bagaimana ajaran Budhist apakah ada penghakiman di hari kiamat?
4. Bagaimana orang budha yang berdosa dapat
menghapuskan dosa dosanya? bagaimana atau apa yang dilakukan
5
Apa tujuan hidup dari manusia dalam budhist..
6.Apakah
budha mengajarkan anda untuk membenci atau mengkritik ajaran umat agama lain??
7 Siapa manusia pertama yg diciptakan menurut
Budha?
8.
Apakah Budha berfikir bahwa dirinya dapat menyelamatkan dirinya dari neraka
dengan hanya berbuat baik terhadap orang lain?
Mohon
dijelaskan. satu persatu sesuai pertanyaan saya
Terima kasih atas perhatiannya.
Di mata kawanan orang jahat, rekan / kawan jahatnya yang berhasil berbuat kejahatan besar, akan dipuji dan dikatakan sebagai hebat, dan memberinya penghormatan karena telah membuat “prestasi” besar.
Orang
jahat, menurut Sang Buddha, ibarat “orang buta”, yang tidak mampu membedakan
mana yang buruk dan mana yang baik, mana yang terpuji dan mana yang tercela.
Anda
tahu, bagaimana sejarah cikal-bakal praktik jahat semacam PESUGIHAN?
PESUGIHAN, bukanlah WHITE MAGIC, namun BLACK MAGIC. Atas dasar apakah?
Tidak banyak orang yang menyangka, bahwa dengan mengakui bahwa “hidup adalah DUKKHA”, mampu membuat hidup kita setidaknya lebih damai, sejuk, teduh, dan tenteram—tanpa lagi dikuasai oleh kegelisahan tanpa ujung pangkal.
Dogma
sebaliknya, yang diajarkan oleh agama samawi, bahwa “hidup adalah NIKMAT”,
justru ibarat “menyiram bensin ke dalam bara api yang sedang menyala” atau
ibarat “meminum air laut untuk melepaskan dahaga”.
Untuk mencari obat “pelipur lara”, bukan dengan memungkiri kenyataan dan realita yang mengikat seluruh makhluk yang masih terkondisikan, yakni hukum mengenai segalanya ialah : selalu berubah, dukkha, dan tiada inti diri.
Agama yang OPTIMISTIK mengajarkan,
setiap orang yang baik dapat masuk surga, tanpa terkecuali, sekalipun Ateis.
Sebaliknya, agama yang PESIMISTIK
mengajarkan, hanya seorang “PECANDU PENGHAPUSAN DOSA” dan yang “menggadaikan
otaknya demi iman setebal tembok beton yang tidak tembus oleh cahaya ilahi
manapun”, yang memonopoli surga.
Mengapa ada orang yang justru memilih memeluk agama yang PESIMISTIK?
Even though we find disappointment in life,
But we do not escape into intoxicating liquor.
That is what is called mental power.
Even though we are treated badly by others,
But we do not participate in treating ourselves badly.
That is what is called mental power.
Memuliakan Tuhan, adalah dengan cara menjadi manusia yang mulia—bukan dengan menjadi seorang “pendosa penjilat penuh dosa” yang mencandu “PENGHAPUSAN DOSA”.
Bung, hanya seorang
PENDOSA, yang butuh “PENGHAPUSAN DOSA”.
Jadilah umat “Agama
SUCI” ataupun “Agama KSATRIA”, jangan menjadi umat pemeluk “Agama DOSA” yang
mempromosikan “PENGHAPUSAN DOSA” (bagi PENDOSA, tentunya) alih-alih
mengkampanyekan gaya hidup higienis dari dosa.
Menjadi Kafir, adalah “berkah / anugerah terbesar”. Atas alasan apakah?
Apa yang dimaksud dengan “hidayah”?
Mengapa kaum muslim, begitu delusif
dengan merasa dirinya merupakan kaum paling superior, yang berhak menghakimi
kaum lain seakan “polisi moral” yang sudah “bermoral”?
Faktanya, mereka merupakan PECANDU “PENGHAPUSAN DOSA”—sekalipun, hanya seorang PENDOSA yang butuh PENGHAPUSAN DOSA—yang terlampau pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik dan disaat bersamaan terlampau pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri, alias kasta paling rendah, hina, kotor, tercela, buruk, busuk, ternoda, dan dangkal.
Cara Merdeka dari Kutukan Warisan Genetik Buruk Orangtua / Leluhur
Kita tidak bisa memilih, terlahir di keluarga yang seperti apa kualitas genetiknya. Penelitian terhadap Genom, menemukan adanya salah satu kromosom yang bertanggung-jawab atas sifat kriminil seseorang—yang konon, sifatnya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Itu, menyerupai kutukan yang bisa jadi kita wariskan sejak dari nenek moyang kita.
Mencuri dan Berzina Saja Masuk Surga (Kabar Gembira bagi Pendosa), maka Apalagi Sekadar Mencandu Judol, Jud! Online?
Tidak Ada yang Lebih Berbahaya dan Meracuni Cara
Berpikir daripada Kencanduan dan Mencandu Ideologi Korup Bernama Iming-Iming
PENGHAPUSAN DOSA
Question: Katanya Bangsa Indonesia merupakan bangsa “agamais”, bangsa paling superior yang merasa berhak menjadi “polisi moral” dan menghakimi bangsa lain, memiliki SQ paling tinggi di dunia, rajin beribadah, ini dan itu serba di-haram-halal-kan, namun mengapa kini bisa terjadi fenomena sosial dimana hampir sepuluh juta penduduk Indonesia menjadi pemain aktif “judol” (jud! online)? Menjadi terlihat vulgar, betapa “munafikun”-nya bangsa “agamais” bernama Indonesia ini. Lalu, bagaimana cara mengatasinya?
BURUK WAJAH, JANGAN CERMIN DIBELAH
Superioritas yang Dibangun Diatas Pilar Rapuh Bernama
DELUSI DIRI
Question: Selama ini umat muslim bersikap seolah-olah kaum mereka paling superior, memiliki SQ setinggi langit, menjadi “polisi moral” yang berhak menghakimi pihak lainnya, merendahkan martabat maupun harkat kaum lain, meng-haram dan meng-kafir-kan golongan lain, ini itu disebut “haram” ataupun “halal”, berbicara besar perihal surga, neraka, Tuhan, dan ayat-ayat Kitab. Namun benarkah demikian, ataukah kesemua itu justru mencerminkan hal sebaliknya?
Terobsesi Meraih Gelar Akademik, maka Sejatinya Anda hanya Memperkaya Pelaku Usaha Industri Pendidikan TInggi
Question: Sebenarnya saat kini, di era kontemporer dimana persaingan dan kompetisi diantara sarjana sudah begitu jenuh, sementara lapangan pekerjaan kian sempit akibat faktor kecanggihan teknologi maupun robotik dan kecerdasan buatan (AI, artificial intelligence) yang sedikit banyaknya telah menggantikan fungsi “tenaga kerja manusia”, padat modal alih-alih padat karya, apakah masih relevan belajar pengetahuan ataupun keterampilan di bangku pendidikan formal berupa sekolah maupun perguruan tinggi? Itu semua ibarat “membeli” izasah, namun telah ternyata izasah tidak menjamin kita akan menemukan hidup makmur.
DEMI KESEDERHANAAN Versus DEMI KESENANGAN INDERAWI YANG TIDAK TERPUASKAN
Agama SUCI Vs. Agama DOSA
Question: Memangnya sejauh apakah, perbedaan antara agama Buddha dan agama Islam?
Apakah Betul Setan Membenci Suara Adzan?
Question: Kalangan muslim selalu melecehkan kaum NON yang merasa terganggu oleh suara speaker eskternal masjid yang super berisik, sebagai setan, dengan alasan “setan dan jin takut dan membenci suara adzan”. Apakah memang betul begitu adanya?
Makna HIDAYAH Menurut AGAMA DOSA : DOWNGRADE dari Orang yang Takut Buat Dosa menjadi Tidak Takut Buat Dosa (Ada Penghapusan Dosa) dan Tetap Yakin Masuk Surga
Question: Sering kita mendengar umat agama tertentu menyebut-nyebut soal hidayah. Sebenarnya apa itu hidayah?
Tidak Semua Bhikkhu merupakan Ladang Menanam Jasa yang Baik
Question: Apakah semua orang yang memakai jubah bhikkhu, merupakan ladang menanam jasa baik?
Akar Penyebab Kriminalisasi Bukanlah KHILAF, namun Miskin Latihan SELF-CONTROL
Apa jadinya, Anda baru mulai belajar berenang, ketika Anda terhanyut di sebuah sungai dan hampir tenggelam? Sedia payung, sebelum hujan, bukan setelah Anda kehujanan dan basah-kuyub. Jangan pernah remehkan terlebih menyepelekan kekotoran batin yang bersarang dalam diri kita, atau kita akan dipastikan kalah telak dan babar-belur akibatnya (don’t look down on our defilements), begitu orang bijak berpesan. Bersikaplah rasional, bila Anda tidak terlatih dalam disiplin diri yang ketat dalam praktik mawas diri (self-control), maka menantang dan meremehkan kekotoran batin Anda sama artinya Anda sedang mencelakai diri Anda sendiri, ibarat “kelas bulu” menantang “kelas berat”. Sebaliknya, ketika Anda telah terlatih, bolehlah Anda seperti seorang Bruce Lee, yang menantang belasan karateka untuk bertarung dengan Anda disaat yang bersamaan.
Agama Samawi Melestarikan Dukun-Dukun Jahat Berkembang-Biak dan Berkeliaran Mencari Mangsa
Question: Mengapa bisa sampai ada orangtua yang menumbalkan anak kandung sendiri, memangnya seperti apa dukun-dukun jahat itu meyakinkan orangtua tersebut sehingga menjadi segila itu, mengorbankan anak kandung sendiri demi kepentingan atau ego pribadi sang orangtua?
Umat Agama Samawi mencari Justifikasi Kekotoran Batin yang Mereka Pelihara Lewat Jargon Klise : TIDAK ADA MANUSIA YANG SEMPURNA
Kata Siapa Tidak Ada Manusia yang Sempurna? Cobalah
Anda Cari Setitik Noda Cacat pada Ajaran maupun Perilaku Kehidupan Sang Buddha
Adalah agama yang pesimistik, yang mengajarkan bahwa manusia tidak perlu berlatih dan berjuang dalam disiplin diri dan kontrol-diri yang ketat, semata karena umat manusia telah “dikunci” lewat dogma “tiada manusia yang sempurna”, sekalipun agama samawi menyebutkan bahwa manusia dilahirkan seputih kertas putih tanpa noda. Itu sekaligus menjelaskan, bahwa tiada ada tokoh yang suci dalam agama samawi, tidak terkecuali rasul / nabi yang mereka junjung. Lalu, pertanyaan terbesarnya ialah, mengapa manusia kemudian tumbuh dewasa menjadi penuh noda karakter dan cela perilaku? Paradigma dogmatis agama-agama samawi berkebalikan dari Buddhisme, yang mengemukakan bahwa kelahiran adalah akibat manifestasi kekotoran batin yang tersisa dari kehidupan lampau (past life defilements), dimana hanya lewat praktik disiplin diri, barulah kekotoran batin dapat dikikis secara gradual hingga habis tanpa sisa menuju kesempurnaan—kekebasan sempurna dari kekotoran batin, sehingga memutus belenggu rantai karma (break the chain of kamma), karenanya tiada lagi kelahiran kembali.
Semoga Orang Sanggup menjadi “PENDOSA PENJILAT PENUH DOSA”, Apa Hebatnya?
Namun, Tidak Semua Orang Mampu Berjiwa Ksatria yang
Berani Bertanggung-Jawab Atas Dosa-Dosanya maupun menjadi Seorang Suci yang
Higienis dari Dosa
HANYA SEORANG PENDOSA, YANG BUTUH PENGHAPUSAN DOSA
Question: Umat muslim, sehabis berpuasa selama sebulan, berupa “konsumsi makanan justru lebih meningkat daripada bulan-bulan diluar ramadhan” disamping umbar minta dihormati, pesta-pora penghapusan dosa. Puasa cukup sebulan, dosa-dosa selama setahun dihapuskan. Kabar gembira bagi pendosa, sama artinya kabar buruk bagi kalangan para korban yang telah pernah dilukai, disakiti, maupun dirugikan oleh para pendosawan tersebut. Lalu, mereka menyebutnya sebagai “bulan kemenangan penuh berkah”. Menjadi pecandu iming-iming “penghapusan dosa” (too good to be true) yang menjual jiwanya menjadi pendosa yang hanya pandai menjilat, bukankah sama artinya kekalahan besar, mengingat semua orang sanggup menjadi seorang pendosa dan penjilat, sementara itu tidak semua orang sanggup menjalani gaya hidup higienis dari dosa?
Ketika Meminta Maaf Saja Sama Sekali Belum Cukup Memadai
Bukan Soal Meminta Maaf, namun PERTANGGUNG-JAWABAN
Negeri Kita Tidak Kekurangan Agamais, namun Selalu Kekurangan
Orang-Orang Berjiwa Ksatria yang Bersedia dan Berani Bertanggung-Jawab
Mengakui telah / pernah melakukan kekeliruan sehingga kemudian memohon maaf, adalah terpuji, namun apakah logikanya selalu linear sesederhana demikian? Ada yang namanya “mengaku bersalah dan meminta maaf” secara tulus, dan ada yang sifatnya hanya basa-basi diplomatis alias politis semata. Pertanyaan yang relevan untuk kita ajukan ialah, meminta maaf kepada siapa, dan meminta maaf dalam rangka apakah? Kita tidak butuh permintaan maaf dari orang lain, yang kita butuhkan ialah pertanggung-jawaban, dan itulah yang miskin dari pola watak masyarakat kita di Indonesia. Dapat Anda bayangkan, para “agamais” di republik ini ketika berbuat jahat yang membuat kita menderita sakit, luka, ataupun kerugian materiil ataupun psikis, justru memohon ampun kepada Tuhan—alih-alih meminta maaf kepada kalangan korban yang sudah mereka rugikan, lukai, maupun sakiti.